![1202 - ricar](https://i0.wp.com/joglosemarnews.com/images/2025/02/1202-ricar.jpg?resize=640%2C360&ssl=1)
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tidak lepas dari peran Ketua PN setempat, Dadi Rachmadi, yang telah dibungkam dengan uang “besel” Rp 75 juta dari eks Pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.
Saat memberikan kesaksiannya di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu, Zarof menyebut, besel atau uang sogokan untuk Dadi Rachmadi itu dari ‘ibu tiri’.
Zarof mengatakan hal itu saat duduk sebagai saksi dalam sidang tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur. Ketiga terdakwa itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Pemberian suap itu terungkap ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya apakah Zarof pernah ke Hotel DoubleTree di Tunjungan, Surabaya. Dia pun mengiyakan. “Waktu mau pelantikan ketua penggantinya Pak Rudi,” ujar Zarof dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa, 11 Februari 2025.
Adapun yang dimaksud Zarof adalah mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono, yang juga terseret perkara vonis bebas Ronald Tannur. “Siapa Ketua PN yang baru itu?” tanya JPU.
Zarof menjawab, “Pak Dadi Rachmadi.”
Zarof Ricar menuturkan, dia sempat makan seafood di restoran hotel tersebut pada sore hari. Zarof tak sendiri, ada Dadi Rachmadi dan Lisa Rachmat. Sesuai berita acara pemeriksaan atau BAP-nya, persamuhan itu terjadi pada 16 April 2024. “Waktu kami makan, Bu Lisa Rachmat datang,” kata Zarof.
Jaksa kembali bertanya, “satu meja?”
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Zarof Ricar atas percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat dalam tindak pidana korupsi. Ia juga didakwa melakukan suap terkait jabatannya selama di Mahkamah Agung (MA).
Dalam persidangan, Zarof mengungkap pertemuannya dengan Lisa Rachmat dan Dadi Rachmat. “Satu meja, tapi tidak ikut makan,” ujar Zarof, yang hanya memperkenalkan Lisa dengan Dadi. Setelah berbincang sejenak, pengacara Ronald Tannur itu pun pulang.
JPU kemudian menanyakan apakah perkara Ronald Tannur saat itu masih berlangsung atau sudah putus. Zarof menjawab, “Saya rasa belum putus ya.”
Jaksa juga menanyakan apakah Dadi Rachmat pernah mengeluhkan masalah terkait perpindahannya dan rumah dinas. Zarof mengiyakan. “Waktu di mobil, Pak Dadi bilang, ‘Bang, aku ini mau sewa rumah, tapi enggak punya uang’. Saya tanya, ‘Berapa?’. Dijawab, ‘Rp 75 juta’.”
Saat hendak pulang, Lisa menawarkan oleh-oleh kepada Zarof. “Itu tanggal 17 April 2024?” tanya Jaksa, yang langsung dibenarkan oleh Zarof. Percakapan berlangsung saat ia hendak sarapan di hotel.
“Mau oleh-oleh apa? Saya bilang, ‘Saya enggak mau lah berat, lu kasih aja mentahnya’,” ujar Zarof menirukan percakapannya.
Jaksa lantas bertanya, “Terus dikasih apa?”
“Ya dikasih uang Rp 100 juta,” jawab Zarof.
Jaksa kembali mencecar, “Langsung ya?”
Zarof pun membenarkan. Uang tersebut kemudian ia berikan kepada Dadi untuk sewa rumah, setelah memotong Rp 25 juta. Dadi sempat bertanya mengenai asal muasal uang tersebut. “Udah, dari ibu tiri,” kata Zarof.
Jaksa juga menanyakan apakah percakapan tersebut berlangsung via WhatsApp. Zarof mengaku lupa, meskipun ada catatan percakapan soal jatah 50 persen melalui WA. “Mungkin kali ya by WA, saya lupa,” ucapnya.
Uang tersebut diberikan di dalam mobil Dadi yang saat itu terparkir di wilayah Pengadilan Tinggi.
Dalam kasus ini, JPU mendakwa Zarof berupaya menyuap hakim kasasi dalam perkara Ronald Tannur sebesar Rp 5 miliar agar menguatkan vonis bebas Ronald di PN Surabaya. Pemufakatan ini dilakukan bersama Lisa Rachmat. Namun, akhirnya Ronald tetap divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi. Putusan kasasi tidak bulat, dengan Ketua Hakim Kasasi Soesilo memberikan dissenting opinion dan menyatakan Ronald tidak terbukti bersalah.
Selain kasus Ronald Tannur, Zarof juga didakwa menerima uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing senilai total Rp 915 miliar serta emas logam mulia seberat 51 kilogram selama menjabat di MA pada 2012–2022. Uang dan emas tersebut diduga berasal dari para pihak yang berperkara di pengadilan, baik tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
“Atas penerimaan uang dan emas itu tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa selaku pegawai di MA dan tidak ada laporan pajak dalam menjalankan kegiatan usaha. Atas penerimaan uang dan emas tersebut terdakwa juga tidak melaporkannya ke KPK,” ujar jaksa Nurachman dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 10 Februari 2025.
Zarof Ricar dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Ia juga didakwa melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 UU Tipikor.