Beranda Umum Opini Hasto Ditahan KPK, Kepala Daerah Tak Ikut Retreat: Tradisi Baru Dalam Proses...

Hasto Ditahan KPK, Kepala Daerah Tak Ikut Retreat: Tradisi Baru Dalam Proses Demokrasi Indonesia

Dosen Ilmu Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang, Benedictus Danang Setianto SH, LLM, MIL, Ph.D. Istimewa

JOGLOSEMARNEWS.COM — Dosen Ilmu Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang, Benedictus Danang Setianto SH, LLM, MIL, Ph.D memberikan tanggapan terkait sikap Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang meminta kepala daerah di PDIP tak ikut retreat akmil di Magelang. Buntut dari penahanan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto oleh KPK.

Menurutnya sikap Megawati ini tentunya menuai kontroversi. Dimana yang kontra terhadap keputusan PDIP menuduh bahwa PDIP kebablasan. Karena Kepala Daerah dipilih oleh rakyat. Sehingga wajib menjalankan kehendak rakyat daripada perintah partai.

“Apalagi, pada saat proses pilkada, kadang dilakukan melalui koalisi dengan partai lainnya. Tindakan boikot terhadap Retreat ini dinilai mencederai amanat rakyat pendukung,” ungkapnya.

Namun demikian di sisi lain, PDIP melihat bahwa proses perjalanan pemerintahan ini sudah keluar dari kaidah etika dan moral politik yang seharusnya dijalankan oleh para pelaku politik. Bukan demi kepentingan sesaat melalui kompromi-kompromi politik.

“Tindakan menarik semua kadernya ini juga semakin menegaskan sikap PDIP untuk tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah. Selama ini PDIP mendukung jika ada kadernya yang menjadi pejabat dan terbukti korupsi untuk segera diproses melalui jalur hukum. Terutama jika terbukti menimbulkan kerugian negara,” terangnya.

Baca Juga :  Marketplace Fotografi & Hak Privasi di Ruang Publik

Meski demikian, ditambahkan Soegijapranata yang juga pendiri Jateng Corruption Watch.
PDIP mungkin juga memandang bahwa Sekjen bukan pejabat pemerintah dan bahkan kalau terbukti melakukan apa yang dituduhkan pun tidak menimbulkan kerugian negara sebagaimana unsur tindak pidana korupsi.

“PDIP melihat bahwa ini adalah upaya pembungkaman politik melalui jalur hukum dan dibalas dengan tindakan politik pula dengan menarik kadernya dari Retreat politik.
Terlepas dari pro dan kontra atas sikap PDIP, tindakan ini akan memulai tradisi baru dalam proses demokrasi di Indonesia yaitu, adanya pihak oposisi yang memang berdiri di luar wilayah kekuasaan untuk secara terstruktur dan sistematis mengkritisi kebijakan pemerintah,” paparnya.

Soegijapranata menyebut bahwa apa yang dilakukan PDIP ini juga harus dibaca sebagai langkah awal memulai tradisi oposisi.

Dirinya pun berharap ini akan diikuti dengan langkah membentuk “pemerintahan bayangan” (shadow government) yang memang mencermati secara lebih khusus sesuai dengan bidang-bidang Kementerian dan Kelembagaan di pemerintahan.

“Prinsip Check and Balance akan lebih terjaga dan justru akan mendorong pemerintah semakin terbuka dan bertanggung jawab (transpance and accountable). Tradisi yang membuat pemerintah juga akan lebih hati-hati jika menerbitkan sebuah kebijakan karena pihak oposisi juga punya sumber informasi yang serupa dan bisa mengusulkan kebijakan yang berbeda untuk memberikan alternatif bagi rakyat,” paparnya.

Baca Juga :  Marketplace Fotografi & Hak Privasi di Ruang Publik

“Pada gilirannya, pemilih akan semakin cerdas dan pandai untuk menentukan sikapnya pada saat pemilu karena selalu diberikan opsi kebijakan yang berbeda oleh pihak oposisi terhadap kondisi sosial ekonomi yang sama,” tandasnya. Ando