YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Masuknya 11 kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke dalam struktur program strategis nasional FOLU Net Sink 2030 memicu kontroversi.
Penunjukan mereka dinilai tidak transparan dan menimbulkan pertanyaan mengenai profesionalisme serta prinsip meritokrasi dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di program tersebut.
Dosen Departemen Pemerintahan dan Politik (DPP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Alfath Bagus Panuntun, menyoroti pentingnya transparansi dan kompetensi dalam rekrutmen individu yang terlibat dalam program FOLU Net Sink 2030.
“Sebagai akademisi yang mengamati dinamika politik dan kebijakan publik di Indonesia, masuknya kader PSI ke dalam FOLU Net Sink 2030 menimbulkan pertanyaan kritis mengenai profesionalisme dan transparansi,” ujar Alfath kepada Tribun Jogja, Jumat (7/3/2025).
Sebagai informasi, FOLU Net Sink 2030 merupakan inisiatif pemerintah yang bertujuan menjadikan sektor kehutanan dan lahan sebagai penyerap emisi karbon lebih besar dibandingkan emisi yang dilepaskan pada tahun 2030. Keberhasilan program ini sangat bergantung pada kompetensi dan integritas individu yang terlibat dalam implementasinya.
Alfath menegaskan bahwa meskipun program ini didanai dari kerja sama internasional dan bukan dari APBN, pemerintah tetap harus memastikan bahwa individu yang ditunjuk memiliki kualifikasi dan pengalaman yang relevan.
“Penempatan kader partai tanpa pertimbangan kompetensi yang jelas dapat menimbulkan persepsi negatif di masyarakat dan mengurangi kepercayaan publik terhadap program tersebut,” katanya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya evaluasi mendalam terhadap dugaan praktik nepotisme di Kementerian Kehutanan terkait penunjukan tersebut. Menurutnya, transparansi dalam proses seleksi serta akuntabilitas dalam pelaksanaan program harus dijaga guna menghindari potensi penyalahgunaan wewenang.
Polemik ini semakin menjadi sorotan mengingat FOLU Net Sink 2030 merupakan program yang sangat strategis dalam upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Oleh karena itu, berbagai pihak mendesak agar pemerintah membuka proses seleksi secara lebih transparan serta memastikan bahwa individu yang ditempatkan benar-benar memiliki kapasitas yang mumpuni di bidangnya.