JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Danantara, sebagai pengelola aset bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI, memiliki peran strategis dalam menjaga efisiensi pengelolaan aset keuangan negara. Namun, hingga kini, belum ada regulasi khusus yang mengatur risiko sistemik jika perusahaan ini mengalami gagal bayar atau gangguan likuiditas.
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhamad Saleh, menilai ketiadaan regulasi ini dapat menjadi ancaman laten bagi stabilitas sektor keuangan nasional. Menurutnya, bank-bank BUMN adalah entitas sistemik yang berjejaring erat dengan berbagai sektor keuangan. Jika Danantara mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya, dampaknya bisa menyeret bank-bank pelat merah ke dalam krisis likuiditas yang lebih luas.
“Peran Danantara sangat besar dalam ekosistem keuangan nasional, tetapi ironisnya, kita belum memiliki regulasi yang memastikan bahwa perusahaan ini tidak menjadi sumber risiko laten bagi stabilitas sektor keuangan,” ujar Saleh dalam penelitiannya yang berjudul Permasalahan dan Risiko Hukum pada Regulasi Pembentukan Danantara, Minggu (9/3/2025).
Ia juga menyoroti belum adanya mekanisme perlindungan yang jelas terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun bank-bank BUMN. Jika terjadi kegagalan dalam pengelolaan aset, tanpa skema mitigasi yang efektif, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian bagi nasabah, investor, dan mitra bisnis bank-bank tersebut.
Lebih lanjut, Saleh mengungkapkan bahwa regulasi yang ada saat ini masih menggunakan format lama dan belum diperbarui untuk mengakomodasi model pengelolaan aset oleh Danantara. Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun dinilai belum memiliki peraturan yang secara spesifik mengantisipasi risiko sistemik dari model pengelolaan ini.
Ia menekankan perlunya langkah konkret dalam perumusan regulasi yang lebih adaptif untuk melindungi stabilitas keuangan nasional. “Regulasi baru harus mampu memberikan perlindungan terhadap DPK, menetapkan skema intervensi dalam kondisi gagal bayar, serta memperjelas mekanisme mitigasi dampak sistemik,” jelasnya.
Tanpa adanya regulasi yang jelas, Saleh memperingatkan bahwa Danantara bisa menjadi titik lemah dalam sistem keuangan Indonesia. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin skenario terburuk terjadi: bank-bank BUMN terguncang, kepercayaan publik luntur, dan perekonomian nasional terancam stagnasi.
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Lagi
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi via Pocket(Membuka di jendela yang baru)