JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Tak hanya para mahasiswa, pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang, telah memicu kaum perempuan melakukan aksi penolakan melalui kegiatan unjuk rasa pada Jumat (28/3/2025).
Kelompok perempuan yang tergabung dalam Suara Ibu Indonesia turun ke jalan menyuarakan protes mereka. Mereka berkumpul di depan Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, sejak pukul 14.00 WIB. Mengenakan pakaian serba putih, mereka membawa spanduk dan poster berisi tuntutan agar pemerintah membatalkan revisi Undang-Undang TNI serta menghentikan tindakan represif terhadap mahasiswa dan masyarakat sipil.
Di antara massa aksi, tampak sejumlah akademisi yang ikut berpartisipasi, termasuk Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Melani Budianta, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto. Dalam orasinya, Sulistyowati mengingatkan kembali peran perempuan dalam perjuangan reformasi 1998. Menurutnya, situasi saat ini mengulang sejarah kelam di mana negara menggunakan kekuatan represif untuk membungkam suara rakyat.
โKita kembali melihat aparat menindas rakyatnya sendiri, menciptakan hukum secara diam-diam untuk menekan kebebasan kita semua,โ ujar Sulistyowati. Ia juga menyampaikan solidaritas kepada jurnalis dan mahasiswa yang mengalami intimidasi, termasuk media yang mendapat ancaman akibat pemberitaan mereka.
Sementara itu, Ririn Sefsani dari Suara Ibu Indonesia menyatakan kekhawatiran atas kembalinya dwifungsi TNI yang berpotensi mengurangi ruang demokrasi dan kebebasan sipil. โKami melihat rezim ini semakin tidak peduli terhadap suara rakyat. Kekerasan yang dilakukan terhadap mahasiswa dan masyarakat sipil menunjukkan arah yang mengkhawatirkan,โ katanya. Ririn juga menyerukan kepada para ibu di seluruh Indonesia untuk mendukung gerakan protes ini, baik dengan turun ke jalan maupun melalui bentuk solidaritas lainnya.
Seperti diketahui, RUU TNI yang disahkan pada Kamis, 20 Maret 2025, menuai kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat. Gelombang protes terjadi di berbagai daerah, termasuk Surabaya dan Pekanbaru. Namun, aksi-aksi tersebut kerap mendapat respons represif dari aparat. Salah satu insiden terjadi di Malang, di mana demonstrasi di depan Gedung DPRD Kota Malang pada Minggu (23/3/2025) malam, berujung pada kekerasan.
Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Malang, Daniel Alexander Siagian, mengungkapkan bahwa puluhan demonstran mengalami luka-luka akibat tindakan aparat. โAda korban yang mengalami luka parah di kepala, banyak yang ditangkap dalam kondisi terluka. Kami menduga ada tindakan eksesif dalam penanganan aksi ini,โ ujar Daniel saat dihubungi pada Senin (24/3/2025).
Gelombang penolakan terhadap UU TNI diperkirakan masih akan terus berlanjut, seiring meningkatnya kecaman terhadap tindakan represif yang dilakukan aparat terhadap demonstran.