SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — International Women’s Day (IWD) Tahun 2025 menjadi momentum bagi banyak komunitas dan organisasi feminis untuk menyuarakan hak-hak perempuan. Salah satunya adalah Pusat Kajian Perempuan Solo (PUKAPS). PUKAPS adalah sebuah pergerakan kolektif perempuan di Solo, yang terus berupaya mengedukasi dan mengadvokasi isu-isu perempuan.(bisa dibaca juga di news.ums.ac.id)
Alumni Program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika (FKI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Luxy Nabela Farez, S.I.Kom., yang juga menjadi Research Partners Pusat Studi Budaya Dan Perubahan Sosial (PSBPS) UMS, menekankan pentingnya kolektivitas dalam gerakan feminis.
Luxy merupakan konsultan manajemen proyek dan komunikasi yang berdedikasi dengan rekam jejak yang terbukti dalam memberikan proyek yang sukses untuk organisasi nirlaba. Terampil dalam perencanaan strategis, keterlibatan pemangku kepentingan, dan strategi komunikasi. Ia memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan kesetaraan gender, keadilan, dan pemberdayaan menggunakan pendekatan feminis interseksional. Selain itu, ia juga sebagai founder dan program director PUKAPS.
International Women’s Day (IWD) ini diperingati setiap tanggal 8 Maret, yang bukan hanya dimaknai dengan perayaan tetapi simbol perjuangan untuk mewujudkan hak perempuan yang setara.
“Satu perubahan perlu dilakukan secara kolektif, bareng-bareng. Dengan banyaknya komunitas dan organisasi yang bergerak di isu perempuan, kita bisa mengambil peran masing-masing untuk menyuarakan persoalan yang ada,” ujarnya ketika menanggapi momen IWD 2025 saat diwawancarai pada Sabtu, (8/3).
Sebelumnya, Luxy menceritakan lahirnya gerakan perempuan di Solo ini yang dikenal sebagai PUKAPS. Gerakan ini sendiri telah aktif sejak 2017 dengan fokus utama pada edukasi dan advokasi isu kekerasan seksual serta hak kesehatan seksual dan reproduksi. “Awalnya kami berbasis edukasi, menyediakan forum diskusi dan kajian, serta merebut ruang di media sosial untuk menyampaikan nilai-nilai feminis,” jelas Luxy.
Seiring waktu, organisasi ini juga mulai menerima laporan kasus kekerasan seksual dalam hubungan berpacaran, serta memperluas advokasinya ke ranah kebijakan publik di Solo.
Perempuan tersebut telah banyak terlibat dalam kegiatan kolaborasi baik dalam negeri maupun luar negeri. Ia juga menjadi Awardee Small Seed Grants Action Plan Project by YSEALI and host institute the University of Nebraska at Omaha (UNO), USA with Arizona State University (ASU), USA (2021). Tak hanya itu, ia juga menjadi konsultan yang tergabung pada Digital Sexuality Education Asia Pacific Consultant, dan masih banyak yang lain.
Tema IWD 2025 ini mengusung Accelerate Action, yang bertujuan mempercepat gerakan kesetaraan gender dan feminisme secara global. Luxy melihat tema ini sebagai dorongan agar wacana feminisme tidak hanya sekadar teori, tetapi bisa diimplementasikan secara nyata.
“Di era postmodern, feminisme tidak hanya liberal atau radikal, tetapi juga interseksional. Artinya, kita harus melihat permasalahan perempuan dalam konteks yang lebih luas, termasuk hak disabilitas, lingkungan, dan kelompok marginal lainnya,” paparnya.
PUKAPS telah menjalin berbagai kolaborasi internasional, termasuk dengan organisasi di Timor Leste melalui proyek edukasi seksual pada 2022. Selain itu, mereka menjadi bagian dari jaringan Southeast Asian Feminist Action Movement (SEAFAM), yang mempertemukan aktivis feminis dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
“Kolaborasi ini membuka banyak peluang untuk mendapatkan perspektif baru dan juga pendanaan untuk memperluas gerakan kami,” tambah Luxy, yang saat ini juga mendapatkan beasiswa S2 di Jerman untuk memperdalam manajemen organisasi nirlaba.
Tantangan dalam memperjuangkan isu perempuan tentu ada, salah satunya internalisasi nilai misoginis di masyarakat. Luxy menyoroti bagaimana bahkan sesama perempuan kerap kali menjadi pihak yang menentang gerakan feminis. “Kami memahami bahwa banyak yang masih berada dalam spektrum nilai patriarki yang terinternalisasi. Justru di sinilah tugas kita untuk terus mengedukasi dengan cara yang lebih strategis dan inklusif,” tegasnya.
Sebagai penutup, Luxy mengajak semua pihak untuk bergerak bersama. “Kita butuh sekutu, bukan musuh. Feminisme bukan untuk melawan laki-laki, tapi untuk memastikan kita semua perempuan, laki-laki, dan kelompok marginal dapat hidup setara, damai, dan saling menghormati,” pungkasnya. Prihatsari