JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Setelah lebih dari 15 tahun wacana Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset terkatung-katung, DPR kembali melempar janji. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Sturman Panjaitan, menyebut pihaknya akan berhati-hati membahas draf yang disebut “barang panas” itu.
Politikus PDI Perjuangan tersebut menegaskan, Baleg menunggu naskah akademik dari Badan Keahlian DPR sebelum mengusulkan RUU ini ke rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai inisiatif dewan. Menurutnya, penyusunan harus presisi agar tidak menabrak aturan lain.
“Jangan sampai salah sasaran, orang yang tidak perlu dirampas asetnya malah kena,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (2/9/2025).
Sturman menambahkan, fraksinya mendapat mandat langsung dari partai untuk mengawal pembahasan RUU tersebut. Ia juga menekankan pentingnya melibatkan publik agar aturan yang lahir tidak minim partisipasi masyarakat.
“Undang-undang itu produk politik. Jadi, selain konsistensi hukum, masukan publik harus didengar,” katanya.
Meski demikian, kehati-hatian DPR kerap dibaca publik sebagai sinyal “ogah-ogahan”. Maklum, draf RUU Perampasan Aset sudah berulang kali muncul lalu tenggelam. Sejak digagas PPATK pada 2008, masuk ke meja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hingga era Presiden Jokowi, nasibnya tak kunjung berujung pada pengesahan.
Bahkan ketika Menteri Hukum Yasonna Laoly menyerahkan draf pada 2021, fraksi-fraksi justru keberatan dengan alasan penyerahan mendadak dan tanpa restu ketua umum partai. Anggota DPR Utut Adianto waktu itu blak-blakan: persetujuan parpol wajib, sebab aturan ini dianggap sensitif dan berpotensi dipakai sebagai senjata politik.
Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, harapan tersebut kembali mencuat. Prabowo secara terbuka mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai upaya menindak koruptor sekaligus menyelamatkan kekayaan negara.
“Sudah korupsi, masa enggak mau kembalikan aset,” kata Prabowo dalam pidato May Day 2025.
Dukungan itu diperkuat pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, yang menyebut Presiden sudah berkomunikasi langsung dengan para ketua umum partai politik untuk memastikan jalannya RUU tersebut.
Jika benar Baleg konsisten menepati janji, tahun 2025 bisa menjadi titik balik. Namun, publik tentu tak lupa rekam jejak panjang DPR yang selalu berhenti di tengah jalan. Apalagi, RUU ini menyasar akar persoalan paling sensitif: aliran harta gelap dan kepentingan politik yang bertaut di belakangnya.
Rakyat hanya menunggu satu hal: keberanian DPR menekan palu. Karena berhati-hati itu perlu, tapi berlama-lama bisa terbaca sebagai strategi untuk tidak pernah benar-benar mau. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.













