JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni terus memperketat pengelolaan kawasan hutan. Sepanjang 2025, pemerintah telah mencabut izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) milik 50 perusahaan yang dinilai melanggar ketentuan.
Kebijakan pengetatan tersebut muncul di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap pengelolaan hutan nasional, khususnya setelah rangkaian bencana ekologis di sejumlah wilayah. Diakui atau tidak, desakan agar negara lebih tegas terhadap perusahaan pemegang konsesi hutan yang dinilai berkontribusi pada kerusakan lingkungan kian menguat.
Jumlah pencabutan izin itu bertambah setelah Kementerian Kehutanan resmi menarik PBPH milik 22 perusahaan tambahan pada akhir tahun ini. Keputusan tersebut diumumkan langsung oleh Raja Juli dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/12/2025).
Ia menyebut langkah tegas tersebut diambil atas arahan langsung Presiden Prabowo Subianto.
“Jadi secara resmi hari ini, saya umumkan kepada publik, atas petunjuk Pak Presiden, saya akan mencabut 22 PBPH yang luasnya 1.012.016 hektare,” ujar Raja Juli.
Dari total luasan tersebut, sebagian berada di wilayah Sumatra dengan luas mencapai 116.168 hektare.
“Termasuk diantaranya di Sumatra seluas 116.168 hektare. Detailnya saya akan menuliskan SK pencabutan ini dan saya akan sampaikan ke rekan-rekan media,” tuturnya.
Meski demikian, Raja Juli belum membeberkan identitas 22 perusahaan yang izinnya dicabut dalam pengumuman tersebut.
Berdasarkan laman resmi Kementerian Kehutanan, PBPH merupakan izin usaha yang diberikan kepada pelaku usaha untuk menjalankan kegiatan pemanfaatan kawasan hutan. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Dalam pelaksanaannya, pemegang PBPH wajib memenuhi sejumlah persyaratan teknis, mulai dari dokumen lingkungan, penetapan koordinat geografis areal, hingga pelunasan Iuran Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (IPBPH). Selain itu, terdapat sejumlah larangan yang harus dipatuhi, seperti menelantarkan area kerja, memindahtangankan izin tanpa persetujuan, hingga penggunaan alat berat yang merusak bentang alam.
Sebelumnya, pada awal 2025, Raja Juli juga telah mencabut 18 izin PBPH dengan total luasan mencapai 526.144 hektare yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Ia menjelaskan, mayoritas pencabutan tersebut dilakukan karena perusahaan pemegang izin terbukti tidak menjalankan kewajibannya.
“17 unit PBPH dinilai tidak ada kegiatan pemanfaatan hutan sehingga melangkah Pasal 365 huruf c Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 yaitu meninggalkan area kerja, sedangkan satu unit PBPH telah mengembalikan area izinnya kepada Kementerian Kehutanan,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR, 3 Februari 2025.
Raja Juli menegaskan, kebijakan pencabutan izin itu selaras dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menempatkan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Pencabutan izin 18 PBPH tersebut diharapkan akan menjadi alarm atau pengingat bagi PBPH lain untuk laksanakan kewajiban mereka,” katanya.
Selain pencabutan izin, pemerintah juga menerapkan sanksi berjenjang, mulai dari teguran tertulis hingga pembekuan PBPH. Raja Juli menepis anggapan bahwa kebijakan tersebut mencerminkan sikap anti-investasi.
“Sama sekali kami tidak anti-swasta atau investor tapi secara kriteria perundangan-undangan inilah contoh pihak swasta yang tidak bertanggung jawab. Meninggalkan lokasi, tidak membuat RKA (Rencana Kerja Anggaran) maupun RKU (Rencana Kerja Usaha), ini yang mereka lakukan,” terangnya.
Adapun 18 perusahaan yang lebih dulu dicabut izin PBPH-nya pada Februari 2025 antara lain PT Rencong Pulp and Paper Industry, PT Multikarya Lisun Prima, PT Batu Karang Sakti, hingga PT Plasma Nutfah Marind Papua.
Dengan tambahan pencabutan 22 izin terbaru, total 50 PBPH telah dicabut sepanjang 2025, menjadikan tahun ini sebagai salah satu periode paling tegas dalam penertiban pengelolaan hutan nasional. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.














