JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Warga diaspora Indonesia di sejumlah negara menyuarakan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah terkait pengiriman bantuan kemanusiaan bagi korban bencana di Sumatera. Bantuan berupa barang yang dikirim dari luar negeri dilaporkan masih dikenakan pajak, sehingga menyulitkan upaya pertolongan di tengah kondisi darurat.
Keluhan tersebut salah satunya disampaikan diaspora Indonesia yang bermukim di Singapura. Mereka menilai, bantuan kemanusiaan seharusnya tidak diperlakukan seperti aktivitas impor komersial, terlebih saat bencana menelan korban besar dan membutuhkan respons cepat.
Salah seorang diaspora bernama Fika mengungkapkan, pengenaan pajak terjadi karena status bencana di Sumatera belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Akibatnya, barang bantuan yang masuk ke Indonesia dikategorikan sebagai barang impor.
“Apabila ada donasi dari diaspora dan bencana banjir Sumatera belum ditetapkan sebagai bencana nasional, maka bantuan akan dikenakan pajak,” tulis Fika melalui akun Instagram pribadinya, @ffawzia07.
Menurutnya, kebijakan tersebut membuat ruang gerak diaspora menjadi sangat terbatas. Hingga kini, sebagian besar warga Indonesia di luar negeri hanya dapat membantu melalui donasi uang, karena pengiriman bantuan logistik dinilai terlalu rumit dan berisiko tertahan.
Pernyataan Fika juga dibagikan ulang oleh akun Instagram @visualinspirasi. Dalam unggahan tersebut disebutkan, prosedur perpajakan dan kepabeanan justru menjadi hambatan besar bagi komunitas diaspora yang ingin berkontribusi secara langsung.
Fika menambahkan, proses administrasi yang panjang berpotensi memperlambat kedatangan bantuan penting ke lokasi bencana, sehingga menyulitkan distribusi kepada para korban.
“Apabila ada donasi dari diaspora dan bencana banjir Sumatra belum ditetapkan sebagai bencana nasional, maka bantuan akan dikenakan pajak dan dianggap sebagai barang impor apabila masuk ke Sumatera,” tulisnya dalam unggahan lain yang dikutip media nasional.
Kondisi tersebut dinilai mematahkan semangat banyak warga Indonesia di luar negeri yang sebenarnya siap bergerak cepat saat terjadi bencana. Dalam situasi darurat, hambatan administratif justru dipandang tidak sejalan dengan semangat kemanusiaan.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban meninggal akibat bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat hingga Jumat (12/12) mencapai 990 jiwa.
“Saat ini kami terbatas bantu donasi uang saja tapi administrasi seperti ini tidak masuk akal mengingat banyaknya korban di lapangan,” tulis Fika.
Menanggapi keluhan diaspora, Duta Besar RI untuk Singapura, Suryo Pratomo, menyarankan agar persoalan pajak dan bea masuk dikonfirmasi langsung kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ia mengakui pihak KBRI menerima banyak pertanyaan terkait pengiriman bantuan ke Sumatera.
Namun, Suryo menegaskan KBRI tidak memiliki kewenangan untuk memfasilitasi pengiriman bantuan barang maupun mendorong penetapan status bencana nasional.
“Kirim donasi uang, bisa dikirimkan ke Palang Merah Indonesia,” katanya.
Hal tersebut juga sejalan dengan pengakuan Fika yang menyebut dirinya telah mencoba berkoordinasi dengan KBRI, namun tidak mendapatkan fasilitas untuk pengumpulan bantuan logistik.
“Saya pun tanya apakah ada tempat di KBRI untuk bisa kumpulkan barang donasi, namun KBRI tidak bisa fasilitasi karena status bencana bukan bencana nasional,” tulisnya di kolom komentar.
Di sisi lain, pemerintah pusat sebelumnya juga menyampaikan bahwa Indonesia belum membuka jalur bantuan internasional untuk penanganan bencana di Sumatera. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan pemerintah masih mampu menangani kondisi yang ada dengan sumber daya sendiri.
“Kami merasa bahwa pemerintah, semua masih sanggup untuk mengatasi seluruh permasalahan yang kami hadapi,” ujarnya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Ia menambahkan, pemerintah mengklaim memiliki cadangan logistik yang memadai dan telah menyesuaikan metode distribusi bantuan di lapangan sesuai kondisi wilayah terdampak.
“Termasuk harus menggunakan cara-cara yang mungkin tidak normal ya. Kami usahakan dilakukan dropping dari udara karena memang menyesuaikan dengan kondisi bencana yang dihadapi di lapangan,” katanya.
Meski demikian, komunitas diaspora berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan khusus bagi bantuan kemanusiaan, seperti pembebasan pajak, penyederhanaan prosedur kepabeanan, atau pembukaan jalur darurat. Mereka meyakini, tanpa hambatan administratif, kepedulian warga Indonesia di luar negeri dapat tersalurkan lebih cepat dan tepat sasaran. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.















