Beranda Nasional Jogja DIY Keberatan Skema Baru PKB, Sri Sultan HB X Khawatir Ketimpangan Makin...

DIY Keberatan Skema Baru PKB, Sri Sultan HB X Khawatir Ketimpangan Makin Lebar

Gubernur DIY Sri Sultan HB X | Wikipedia

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Perubahan kebijakan PKB yang kini langsung dibagikan ke kabupaten/kota dinilai berisiko menghilangkan kemampuan provinsi menjaga pemerataan pembangunan.

Penilaian itu disampaikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X. Ia membeberkan, selama ini Sleman, Kota Jogja dan Bantul menjadi penyumbang PKB terbesar. Sementara Gunungkidul dan Kulonprogo bergantung pada mekanisme redistribusi provinsi.

“Tanpa intervensi kebijakan, ketimpangan antardaerah dikhawatirkan semakin melebar,” ujar Sri Sultan.

Sri Sultan menjelaskan, perubahan skema bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) berpotensi mengubah secara mendasar pola pengelolaan keuangan daerah di DIY. Berdasarkan aturan baru dari pemerintah pusat, kewenangan pengelolaan PKB tidak lagi berada di tingkat provinsi, melainkan langsung diterima oleh masing-masing kabupaten dan kota.

Dalam skema sebelumnya, Pemda DIY memiliki ruang untuk mengatur distribusi pendapatan PKB agar pembangunan tidak terkonsentrasi di wilayah dengan basis pajak besar. Melalui mekanisme tersebut, daerah dengan penerimaan kecil tetap mendapat dukungan fiskal dari provinsi.

Gubernur DIY menuturkan, selama ini Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul menjadi daerah dengan perolehan PKB paling besar. Sebaliknya, Gunungkidul dan Kulonprogo memiliki kapasitas fiskal yang lebih terbatas sehingga membutuhkan dukungan lintas wilayah.

“Kami punya kesepakatan, baik untuk bagian provinsi, Sleman, kota dan Bantul, kita sisihkan sebagian dari pendapatan itu untuk menambah bantuan kepada Gunungkidul maupun Kulonprogo,” ujarnya dalam Kick Off Meeting Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) DIY 2027 di Kepatihan, Kamis (11/12/2025).

Baca Juga :  Administrasi Telat, Pencairan Dana Desa  Giripeni Rp 480 Juta Terancam  Batal

Menurut Sri Sultan, pola redistribusi tersebut menjadi kunci menjaga keseimbangan pembangunan di DIY. Namun dengan diberlakukannya skema baru, provinsi tidak lagi memiliki instrumen fiskal yang cukup untuk melakukan intervensi pemerataan.

Ia pun menyampaikan harapan kepada pemerintah pusat agar memberikan ruang kebijakan yang lebih fleksibel, sehingga daerah yang memiliki kemampuan fiskal lebih kuat tetap bisa membantu wilayah yang tertinggal.

“Kami hanya mohon bagaimana ruang itu tetap dimungkinkan yang punya kemampuan lebih ini bisa membantu wilayah yang kekurangan. Terima kasih banyak,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri menyatakan akan menindaklanjuti keberatan yang disampaikan Pemda DIY. Kasubdit Perencanaan dan Evaluasi Wilayah II Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Bob Ronald F., menilai pada prinsipnya pemerintah daerah perlu memiliki kewenangan untuk menyeimbangkan kondisi keuangan antarwilayah.

Ia menyebut kasus DIY akan menjadi perhatian khusus karena memiliki karakteristik fiskal dan wilayah yang berbeda dengan daerah lain.

Baca Juga :  Pengerjaan Tol Jogja–Solo Dikebut, Uji Coba Ditarget Mulai Juni 2026

“Kami akan buat kedinasan khusus untuk kasus-kasus ini, dan kondisi-kondisi ini, kami akan buat laporan kepada pimpinan,” katanya.

Kemendagri memastikan laporan resmi terkait dampak kebijakan PKB di DIY akan segera disusun. Selain itu, ruang dialog lanjutan juga akan dibuka guna membahas kemungkinan solusi regulatif agar keadilan fiskal tetap terjaga meski skema baru PKB diberlakukan penuh pada 2027.

“Mudah-mudahan nanti ini akan diterapkan solusi yang terbaik,” pungkasnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.