Beranda Umum Nasional Reformasi Kepolisian, Imparsial: Pengawasan Polri Lebih Mendesak Ketimbang Skema Penunjukan Kapolri

Reformasi Kepolisian, Imparsial: Pengawasan Polri Lebih Mendesak Ketimbang Skema Penunjukan Kapolri

Logo Polri | wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Lemahnya sistem pengawasan terhadap institusi Polri menjadi faktor yang lebih mendesak dalam agenda reformasi institusi kepolisian ketimbang teknis penunjukan Kapolri oleh presiden.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad. Ia mengatakan, secara argumentatif, usulan penunjukan Kapolri oleh Presiden tanpa persetujuann DPR itu dapat dipahami sebagai upaya meminimalkan politisasi dalam proses pemilihan Kapolri.

Namun, ia menilai urgensinya masih kalah dibanding kebutuhan memperkuat kontrol dan akuntabilitas kepolisian.

“Memang, sebagai sebuah argumen itu bisa dibenarkan, bahwa untuk mengurangi politisasi itu dilakukan dengan cara penunjukan langsung,” ujar Hussein di Jakarta Selatan, Sabtu (13/12/2025).

Ia menjelaskan, praktik uji kelayakan dan kepatutan di DPR selama ini kerap membuka ruang kompromi politik. Kondisi itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan di kemudian hari, terutama ketika kepolisian harus menangani perkara yang bersinggungan dengan kepentingan politik.

“Atau setidaknya di kemudian hari itu bisa terjadi trading of influence. Misalnya ketika kepolisian mau melakukan pengungkapan kasus yang melibatkan anggota DPR. pasti dia (Kapolri) akan berhitung ketika itu melibatkan anggota DPR yang terlibat dalam pemilihan dia. Pasti sedikit banyak itu terjadi,” jelasnya.

Meski demikian, Hussein menilai perdebatan soal mekanisme penunjukan Kapolri bukanlah inti dari reformasi Polri yang sesungguhnya. Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah yang jauh lebih mendasar dan belum terselesaikan.

Ia mencontohkan lemahnya pengawasan eksternal terhadap Polri, termasuk peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), yang dinilainya belum efektif menjalankan fungsi kontrol.

Baca Juga :  Bukan Bencana Nasional, Tapi Korban Tewas Bencana Sumatera Sudah Tembus 1.006 Orang, Ratusan Masih Hilang

“Apa itu misalnya yang pokok sekarang? Yaitu adalah soal lemahnya pengawasan yang terjadi terhadap Polri. Misalnya kita bisa lihat, bagaimana lemahnya Kompolnas,” kata Hussein.

Menurut Hussein, pembenahan sistem pengawasan akan memberikan dampak yang lebih signifikan dibanding sekadar mengubah prosedur pemilihan Kapolri. Dengan pengawasan yang kuat, potensi penyalahgunaan wewenang dan praktik politisasi dalam tubuh kepolisian dapat ditekan.

“Jauh lebih pokok kita membuat bagaimana institusi Polri itu, menjadi institusi yang diawasi secara ketat sehingga tugas-tugas kepolisian, yang selama ini katakanlah cenderung berbau politis,” lanjutnya.

Ia menambahkan, pengawasan yang efektif juga penting untuk mencegah pelanggaran hukum dan hak asasi manusia dalam pelaksanaan tugas kepolisian.

“Dan kemudian misalnya, terangnya cenderung melanggar aturan, melanggar hukum, melanggar hak asasi manusia karena melakukan kekerasan. Itu bisa diawasi dan ada akuntabilitasnya yang lebih kuat,” sambung Hussein.

“Jadi ini jauh lebih efektif, jauh lebih penting, saya kira untuk melakukan itu dalam konteks reformasi Polri,” tegasnya.

Sebelumnya, wacana penunjukan Kapolri tanpa persetujuan DPR mengemuka setelah disampaikan mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar. Usulan itu disampaikan dalam pertemuan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).

Da’i menilai pemilihan Kapolri sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden, sehingga tidak perlu melalui proses politik di parlemen.

Baca Juga :  Demi Jaga Tatanan PBNU, Gus Yahya Siap Tempuh Jalur Hukum

“Tidakkah sepenuhnya kewenangan prerogatif dari seorang Presiden memilih calon Kapolri dari persyaratan yang dipenuhi dari Polri itu sendiri? Tidak perlu membawa kepada forum politik gitu, melalui DPR,” kata Da’i, dikutip dari Kompas.com.

Meski mengakui pentingnya mekanisme pengawasan, Da’i mengingatkan adanya potensi beban politik yang harus ditanggung Kapolri setelah melalui proses persetujuan DPR.

“Ini dikhawatirkan ada beban-beban yang dihadapi oleh si Kapolri ini setelah milih, karena mungkin ada balas jasa dan sebagainya di forum persetujuan itu. Walaupun tujuannya baik ya, kontrol kepada kekuasaan prerogatif dari Presiden,” ujarnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

 

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.