JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menggelar seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil atau CPNS dan seleksi Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK (P3K) secara bertahap. Seleksi CPNS dimulai pada September 2018 dan Seleksi PPPK pada Februari 2019.
Salah satu kelompok yang didorong untuk mengikuti kedua jenis seleksi ini adalah tenaga honorer Kategori II atau K2 yang jumlahnya mencapai 438.590 orang. Angka itu muncul dalam rapat antara pemerintah bersama DPR pada 23 Juli 2018.
Untuk diketahui, Honorer K2 adalah pegawai yang diangkat instansi setahun sebelum 31 Desember 2005. Hingga 14 tahun atau sampai saat ini, mereka masih tak kunjung diangkat menjadi pegawai tetap.
Mereka ini terdiri dari guru, dosen, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh, dan tenaga administrasi.
Untuk diketahui, Honorer K2 dengan usia di bawah 35 tahun bisa mengikuti seleksi CPNS. Sementara untuk yang berusia di atas 35 tahun, bisa mengikui seleksi CPPPK.
Dari jumlah 438.590 orang, sebanyak 13.347 orang diikutkan dalam seleksi CPNS 2018. Sementara sisa sebanyak 425.243 orang bakal diikutkan dalam seleksi CPPPK.
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara atau BKN Mohammad Ridwan, dari jumlah 13 ribu Honorer K2 yang bisa mengikuti seleksi CPNS, hanya 8 ribu yang mendaftar dan 6 ribu saja yang lolos.
Lalu untuk seleksi CPPPK, pemerintah membuka kuota 150 ribu orang. Jumlah ini tiga kali lebih kecil dari sisa sebanyak 425.243 orang. Lagi-lagi, tidak semua Honorer K2 mendaftar. Hanya 90 ribu saja yang melamar, 72 lolos seleksi administrasi, dan 51 lolos hingga tahap akhir.
Lalu apa saja penyebabnya?
1. Anggaran pemerintah daerah terbatas
Ridwan menjelaskan salah satu penyebabnya adalah perihal kemampuan anggaran pemerintah daerah yang terbatas. Untuk seleksi PPPK misalnya, daerah memang diminta untuk mengirimkan kuota yang mereka butuhkan. Barulah setelah itu para Honorer K2 mendaftar untuk mengikuti seleksi.
Dari 525 pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, hanya 417 yang mengajukan kuota. Sisanya memilih untuk tidak mengajukan karena khawatir tidak ada anggaran untuk menggaji pegawai ini nantinya.
“Ada rambu-rambu lain juga kalau 50 persen anggaran daerah untuk gaji pegawai, nanti pembangunan terganggu,” ujarnya.
2. Tidak semua daerah mengajukan formasi
Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho juga memberi penjelasan mengapa hanya 90 ribu orang saja yang akhirnya melamar dalam seleksi PPPK.
“Karena tidak semua Pemerintah Daerah atau Pemda mengajukan formasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 25 April 2019.
3. Tidak semua Honorer K2
Penyebab ketiga kata Yanuar yaitu karena seleksi PPPK fase pertama ini hanya dikhususkan bagi Honorer K2 saja. Honorer K2 tak lain adalah pegawai yang diangkat setahun sebelum 31 Desember 2005, namun tak kunjung menjadi pegawai negeri. Sedangkan di daerah saat ini, tidak semua honorer merupakan Honorer K2 alias diangkat setelah 2005.
4. Tidak semua memenuhi syarat
Lalu penyebab keempat yaitu karena tidak seluruh pelamar memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Di antaranya yaitu pendidikan minimal Sarjana atau S1 untuk guru honorer dan Diploma III atau D3 untuk bidan honorer. “Yang eligible, lolos syarat administrasi, dan bisa mengikuti tes sekitar 72 ribu,” kata Yanuar.
Untuk itu, pemerintah akan kembali membuka seleksi PPPK pada triwulan ketiga 2019 dan seleksi CPNS pada akhir 2019. Tapi sampai saat ini, ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi ini masih terus digodok oleh pemerintah.