SRAGEN,JOGLOSEMARNEWS.COM – Kalangan buruh di Sragen mengaku kecewa dengan usulan upah minimum kabupaten (UMK) 2020. Meski sempat menolak, mereka tetap tak berdaya kecuali hanya bisa pasrah dan menerima dengan terpaksa usulan UMK yang naik 8,51 persen sesuai ketetapan nasional itu.
“Iya, kemarin waktu rapat dewan pengupahan, kami sempat menolak angka kenaikan 8,51 persen. Karena kalau disesuaikan dengan survei di lapangan, kenaikan inflasi dan lain-lain itu lebih dari 10 persen,” papar Ketua SPSI Sragen, Rawuh Suprijanto, kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (9/11/2019).
Ia mengaku sempat walk out atau keluar dari ruangan ketika rapat dewan pengupahan berlangsung. Hal itu lantaran usulan kenaikan 10 persen dari perwakilan buruh, dikesampingkan.
Meski akhirnya ditetapkan, Rawuh menyebut hingga kini sebenarnya buruh masih kecewa dan menerima pun dengan terpaksa.
“Kami menolak kalau angka kenaikan disesuaikan PP 78. Karena dasar pemantauan di lapangan, survei kebutuhan buruh sudah di atas 10 persen naiknya,” tukasnya.
Ia juga menuturkan, kalangan pengusaha lewat Apindo, saat rapat juga sempat menolak dan keberatan. Pengusaha malah meminta angka di belakang koma dihilangkan.
Menurutnya kini SPSI dan buruh hanya bisa berharap ke Gubernur untuk menetapkan usulan UMK yang lebih layak.
“Harapannya tinggal di Gubernur. Kami minta, kalau memang naiknya itu, angka koma dibulatkan ke atas. Syukur Gubernur bisa menetapkan naik lagi,” tukasnya.
Sebelumnya, Plt Kepala Disnaker Sragen, Sarwaka melalui Kasi Pengupahan, Sriyatun mengungkapkan angka ketetapan UMK usulan 2020 sudah diputuskan sebesar Rp 1.815.914,85.
“Kenaikannya 8,51 persen sesuai dengan PP 78/2015,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (7/11/2019).
Ia menguraikan angka usulan UMK itu ditetapkan dalam rapat dewan pengupahan bersama LKS Tripartit yang dihadiri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan serikat buruh beberapa hari lalu.
Meski sempat diwarnai perdebatan alot antara pengusaha dan serikat buruh, forum akhirnya tetap menyepakati besaran UMK dinaikkan 8,51 persen.
“Buruh sempat meminta naik 10 persen. Tapi pengusaha keberatan dan menghendaki tetap naik sesuai PP. Akhirnya disepakati naik 8,51 persen menyesuaikan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Tidak ada kenaikan dan penurunan dari 8,51 persen itu,” terangnya.
Sriyatun menambahkan kesepatan besaran UMK itu sudah dinaikkan ke gubernur melalui bupati. Saat ini, tinggal menunggu ketetapan UMK dari Gubernur.
Biasanya, dari Pemprov atau gubernur akan menetapkan pada tanggal 21 November.
“Biasanya setelah tanggal 21, kita akan dipanggil untuk menerima SK UMK yang ditetapkan oleh gubernur,” urainya. Wardoyo