JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Para eks narapidana kasus korupsi di Indonesia mendapatkan angin segar, terkait dengan hak politik mereka yang tetap berlaku.
Para eks koruptor masih diberi kesempatan untuk menggunakan hak dipilih sebagai calon dalam Pilkada 2020 mendatang. Meski demikian, sebenarnya Indonesia termasuk salah satu negara yang menerapkan hukuman mati bagi para koruptor.
Isu hukuman mati bagi koruptor itu kembali menjadi topik pembicaraan di Indonesia. Pada tahun 2015, Amnesty International mencatat ada 1.600 lebih eksekusi pada 2015, terkecuali Cina. Data ini 54 persen lebih tinggi dibanding 2014.
Berikut ini negara-negara yang memberlakukan hukuman mati bagi koruptor atau kasus penyuapan lain, yang diluas Rappler, mengutip laporan Death Penalty Database of the Cornell Center on Death Penalty Worldwide, dikutip 11 Desember 2019.
Cina
Cina berada di 3 negara teratas yang telah melakukan eksekusi pada 2015, bersama Iran dan Pakistan. Namun, eksekusi ini dianggap sangat rahasia, sehingga sulit untuk menghitung angka kematiannya. Tahanan dilaporkan tidak berlama-lama di hukuman mati tetapi dieksekusi segera atau diberi waktu dua tahun penjara sebelum dieksekusi.
Pemerintah Cina mengeksekusi orang karena kejahatan ekonomi dan politik. Pejabat yang mengambil bagian dalam penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, dan penyelundupan obat-obatan yang dikendalikan oleh negara untuk penjualan ilegal juga dihukum mati.
Pada tahun 2011, Cina menjatuhi hukuman mati kepada Xu Maiyong, mantan wakil wali kota Kota Hangzhou, dan Jiang Renjie, wakil walikota Kota Suzhou pada 2011. Para pejabat dinyatakan bersalah melakukan suap sebesar US$ 50 juta atau Rp 700 miliar.
Korea Utara
Seperti Cina, Korea Utara juga sangat tertutup tentang penerapan hukuman mati. Laporan mengatakan kerahasiaan ini meningkat ketika Kim Jong-un mengambil alih kepemimpinan negara.
Sulit untuk mengkonfirmasi laporan yang tersedia karena negara biasanya tidak mengumumkan eksekusi. Media internasional biasanya bergantung pada sumber-sumber Korea Selatan.
Eksekusi paling kontroversial di Korea Utara sejauh ini adalah eksekusi paman Kim Jong Un, Chang Song-thaek, pada 2013. Chang memegang jabatan senior di partai yang berkuasa dan merupakan wakil ketua Komisi Pertahanan Nasional.
Laporan media pemerintah mengatakan dia dituduh melakukan korupsi, di mana dia memindahkan unit-unit konstruksi ke kontaknya, berupaya menggulingkan negara, dan memobilisasi kudeta, di antaranya.
Korea Utara juga dilaporkan membunuh Jenderal Pyon In Son, mantan kepala operasi di Tentara Rakyat Korea. Sumber-sumber Korea Selatan mengatakan dia dieksekusi pada 2015, dua bulan setelah dia dipecat dari posisinya atas tuduhan korupsi dan kegagalan untuk mengikuti perintah.
Irak
Kematian Ali Hassan al-Majid atau “Ali Kimia” di Irak pada 2010 adalah eksekusi paling terkenal di Irak. Dia dihukum karena kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk serangan gas beracun di wilayah Kurdi pada tahun 1988.
Pada saat sanksi PBB terhadap Irak pada 1990-an, ia memegang banyak jabatan senior pemerintah dan dilaporkan menggunakan kekuasaannya untuk penyelundupan dan kesepakatan bisnis. Korupsi terang-terangnya dijadikan sebagai alasan di balik pemecatannya sebagai menteri pertahanan pada 1995.
Iran
Tidak ada eksekusi pejabat publik di Iran yang dilaporkan secara luas karena kebijakan kerahasiaannya yang ketat. Tetapi di bawah hukum mereka, pelanggaran seperti pemalsuan, penyelundupan, berspekulasi, atau mengganggu produksi oleh pejabat dapat dihukum mati.
Meskipun demikian, ribuan orang dikatakan telah dieksekusi di Iran sejak Hassan Rouhani menjadi presiden pada 2013, menurut Hak Asasi Manusia Iran.
Thailand
Thailand mengeksekusi pejabat pemerintah, perwakilan demokratis, pejabat pengadilan, atau jaksa penuntut karena menuntut atau menerima suap, meskipun tampaknya, tidak ada yang dieksekusi karena kejahatan semacam itu.
Pada bulan Juli 2015, anggota parlemen mengamandemen UU Anti-Korupsi untuk memperluas hukuman mati kepada pejabat asing dan staf organisasi internasional yang melakukan suap.
Laos
Warga negara, termasuk pejabat publik, yang mengganggu perdagangan, pertanian, atau kegiatan ekonomi lainnya dengan maksud merusak ekonomi negara dapat dihukum mati.
Vietnam
Penggelapan dapat dihukum mati di Vietnam, asalkan jumlah yang dikorupsi sebesar 500 juta dong atau lebih (sekitar Rp 300 juta lebih), atau jika korupsinya memiliki konsekuensi sangat serius. Suap sebesar 300 juta dong atau lebih (Rp 181 juta) juga dikenakan hukuman.
Pejabat yang melakukan perdagangan lintas batas ilegal atas benda-benda bernilai tinggi dan kasus-kasus sangat serius dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, atau pengedaran uang palsu, surat utang negara, atau obligasi juga dapat dihukum mati.
Myanmar
Di Myanmar, melakukan pelanggaran narkoba dengan mengambil keuntungan dari pengaruh atau kekuasaan seorang pelayan publik dapat dihukum mati.
Maroko
Moroko memberlakukan hukuman mati untuk korupsi terutama jika hakim atau anggota juri menjatuhkan vonis. Namun, laporan menunjukkan bahwa eksekusi terakhir di Maroko dilakukan pada 1993 silam.
Yang dieksekusi adalah Mohamed Tabet, seorang komisaris polisi utama yang dihukum karena berbagai tuduhan serangan tidak senonoh, kekerasan pemerkosaan, pemerkosaan dan penculikan, dan tindakan dan hasutan untuk melakukan kerusuhan.
Indonesia
Di Indonesia, beberapa tindakan korupsi, yang mempengaruhi keuangan atau ekonomi negara secara besar-besaran, dapat dihukum mati.
Indonesia melanjutkan eksekusi pada tahun 2013, mengakhiri moratorium hukuman mati 5 tahun sejak tahun 2008. Menurut Amnesty International, sekitar 130 orang menjadi terpidana mati di Indonesia pada tahun 2012.
Di Indonesia hukuman mati bagi koruptor sudah diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang secara eksplisit menyebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu.
Dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksudkan keadaan tertentu adalah apabila tindak pidana dilakukan ketika negara berada dalam keadaan bahaya, terjadi bencana alam, mengulang tindak pidana korupsi, atau negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan ketidaksepakatannya terhadap
wacana pemberian hukuman mati bagi koruptor atau pelaku kejahatan lainnya,
karena hak asasi manusia adalah absolut.