SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejumlah tokoh di Desa Purworejo, Kecamatan Gemolong, Sragen mengadukan Kades mereka ke Polres. Kades dilaporkan atas sejumlah indikasi penyimpangan penggunaan dana desa (DD) dan bantuan ke desa setempat.
Tak tanggung-tanggung, nilai potensi kerugian negara dari indikasi penyimpangan itu diperkirakan mencapai lebih dari Rp 500 juta.
Laporan dilakukan awal pekan lalu oleh sekitar 11 orang yang mengklaim sebagai perwakilan dari semua dusun. Mereka mendatangi Polres Sragen dengan membawa bukti temuan penyimpangan hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Sragen terhadap pengelolaan keuangan desa tahun 2017-2018 yang diterbitkan Inspektorat Sragen tahun 2019.
Salah satu tokoh Desa Purworejo berinisial TO, menuturkan pihaknya bersama perwakilan tokoh sudah melapor resmi ke Polres 4 Desember 2019 lalu. Oleh pihak Polres, kala itu, disampaikan laporan akan ditindaklanjuti pada awal Januari 2019 lantaran alasan tengah fokus persiapan pengamanan Natal Tahun Baru.
Menurutnya, yang dilaporkan warga adalah sejumlah temuan penyimpangan selama tahun 2017 dan 2018. Di antaranya temuan kemahalan belanja dalam proyek gedung serbaguna sebesar Rp 251 juta yang direkomendasikan harus dikembalikan.
“Kemudian ada temuan-temuan proyek lainnya senilai Rp 280 juta yang juga harus dikembalikan. Jadi dari LHP Inspektorat itu, totalnya Kades diminta mengembalikan Rp 531 juta. Nah, sampai sekarang kami belum pernah mendapat bukti apakah itu sudah dikembalikan atau belum. Kemarin kami tanya ke PJ Kades katanya akan digunakan mbangun di 2020, kami lacak ke kecamatan juga tidak mau menunjukkan, kami tanyakan ke Inspektorat dijawab harus membawa surat permohonan kepada kepala Inspektorat yang ditandatangani bupati. Masa mau lihat bukti apakah dananya sudah dikembalikan atau belum, warga selalu dipersulit. Ini ada apa,” ujarnya diamini warga lain di hadapan wartawan di Sragen, Minggu (22/12/2019).
Dalam uraian LHP, ditemukan pula ada sejumlah anggaran bernilai jutaan hingga belasan juta di proyek Sistem Informasi Desa (SID) dan profil desa yang oleh Inspektorat tidak bisa diyakini kebenarannya.
TO menyampaikan temuan dan rekomendasi pengembalian Rp 531 juta itu, baru hasil temuan di tahun anggaran 2017 saja. Sementara, indikasi ketidakberesan masih banyak dirasakan warga.
Di antaranya warga mempertanyakan bantuan 3 mesin genset dari geologi TB Bandung, kemudian inventaris sepeda motor Legenda di desa, pengadaan laptop PAUD 2018, bantuan sumur dalam dari APBD provinsi, bantuan traktor dari anggota DPR RI Gerindra Rahayu Saraswati.
Semua itu hingga kini tidak pernah disampaikan ke warga apakah sudah terealisasi atau belum.
“Kemudian bantuan kursi untuk RT 1 dan 2, totalnya ditambah bantuan dari PKS semua Rp 80 juta. Dulu mau dibelikan warga, tiba-tiba uangnya diminta Pak Kades dan dibelikan sendiri. Dapatnya 210 kursi dengan diharga Rp 365.000 perbiji. Tapi dimintai kuitansi sampai sekarang nggak dikasih, malah nomor saya diblokir. Padahal harga satuan kursi itu kami cek antara Rp 280.000 sampai Rp 305.000,” timpal WAR, tokoh RT 2.
Perwakilan warga itu sangat berharap agar Polres bisa menindaklanjuti laporan penyimpangan itu dan memproses seadil-adilnya. Sebab selama ini indikasi penyimpangan pengelolaan keuangan itu dinilai sangat merugikan warga dan desa.
Soal temuan kerugian negara, menurut warga tidak cukup hanya diminta mengembalikan. Akan tetapi, mestinya juga diproses hukum demi tegaknya keadilan.
“Kalau ketahuan merugikan terus hanya diminta mengembalikan, nggak akan ada efek jeranya. Nanti pasti akan diulangi terus,” urainya.
Sementara, beberapa perangkat desa yang juga hadir mendampingi warga, mengatakan selama ini perangkat desa juga sama sekali tak diberdayakan sesuai tupoksi.
“Keuangan langsung ditekel Kades. Apa-apa ditangani sendiri. Sampai-sampai kemarin pas diperiksa Inspektorat, pada buat surat pernyataan bahwa nggak tahu menahu. Karena memang nggak pernah dilibatkan dalam apapun,” tukas salah satu perangkat desa, AS.
Di bagian akhir, tokoh warga dan perangkat tersebut sangat berharap agar indikasi-indikasi penyimpangan dan temuan-temuan pelanggaran keuangan di Purworejo diusut tuntas.
Sehingga dana desa dan bantuan desa bisa dilaksanakan secara transparan dan bukan dimainkan untuk kepentingan segelintir oknum saja.
Terpisah, saat dikonfirmasi wartawan, Kades Purworejo Ngadiyanto menanggapi santai. Ia mengatakan untuk pengembalian temuan kekurangan Rp 531 juta dari LHP Inspektorat, ia balik meminta mengklarifikasi ke Inspektorat apakah sudah ia kembalikan atau belum.
Ia menyebut sudah memegang surat tuntas dan kalau ingin tahu, wartawan diminta datang ke rumahnya akan ia tunjukkan.
“Kalau untuk bantuan kursi CSR RT 1 dan 2 bukan urusan saya. Itu langsung ke kelompok, dananya juga ke rekening kelompok,” paparnya dikonfirmasi awak media melalui telepon.
Perihal bantuan traktor dari Gerindra, ia menegaskan tidak pernah menerima traktor dari Gerindra dan ia tidak pernah menguasai sendiri.
Sementara untuk bantuan mesin genset dari geologi Bandung, menurutnya bantuan itu sudah diserahterimakan dari pihak Geologi Bandung ke desa. Ia mengatakan bantuan genset itu bisa dialihfungsikan karena sumurnya tidak berfungsi.
“Untuk operasional genset wis gak nggatuk. Akhirnya dijual untuk penyambungan listrik. Itu ada berita acaranya dengan BPD juga,” kata dia.
Sementara, untuk inventaris kendaraan motor Legenda di Pemdes, Ngadiyanto menyebut bahwa itu bukan hak warga dan bukan hak siapa-siapa. Motor Legenda itu menurutnya adalah hak Kades.
“Untuk bantuan laptop PAUD, silakan ditanyakan suaminya kepala PAUD laptopnya dimana. Kalau mau lihat sepeda motor Legenda silakan ke rumah. Yang untuk pengembalian itu (LHP Inspektorat), surat tuntasnya juga sudah ada. Kalau mau tahu, saya tunjukkan,” tandasnya.
Terpisah, Kapolres Sragen AKBP Yimmy Kurniawan melalui Kasubag Humas AKP Harno mengatakan akan segera mengecek laporan warga Desa Purworejo tersebut.
“Nanti segera kami ceknya Mas,” paparnya. Wardoyo