JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM –
Tahun 2020 ini, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) sipastikan tidak akan mendapatkan kucuran dana tambahan dari pemeeintah.
Hal itu telah ditegaskan sendiri oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Pasalnya, pemerintah sudah menaikkan iurn kepesertaan mulai awal tahun ini.
Menanggapi hal itu, pihak BPJS memahami kebijakan Menteri Keuangan tersebut.
“Memang pemerintah ingin lembaga ini mandiri,” ujar Kepala Humas BPJS Kesehatan Muhammad Iqbal Anas Ma’ruf di Hong Kong Cafe, Selasa (7/1/ 2020).
Di samping itu, Iqbal mengatakan kenaikan iuran itu akan membuat kebutuhan BPJS Kesehatan pada 2020 terpenuhi. Termasuk untuk membayar utang-utang yang belum dilunasi tahun lalu.
Ia enggan memperinci apakah kenaikan iuran itu akan menimbulkan surplus atau tidak bagi BPJS Kesehatan.
Yang terpenting, tutur dia, kebutuhan rumah sakit mencukupi.
“Yang pasti rumah sakit bisa menjaga arus kasnya dan fokus melakukan pelayanan, itu yang penting, orang enggak mikir lagi mencari dari sumber lain,” tutur Iqbal.
Akhir tahun lalu, pemerintah resmi menetapkan tarif iuran kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per peserta per bulan.
Adapun tarif iuran kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per peserta per bulan. Sementara tarif iuran kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per peserta per bulan.
Di tempat terpisah, Sri Mulyani berujar pemerintah tidak perlu lagi memberikan suntikan dana ke BPJS Kesehatan.
Pasalnya, kenaikan iuran yang mulai berlaku pada 1 Januari 2020 lalu dinilai dapat menopang kinerja keuangan BPJS Kesehatan dengan lebih baik.
“Selain itu, BPJS juga sudah menjanjikan untuk menjaga keuangan (pada 2020),” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menambahkan, pada 2020 pemerintah juga telah mensubsidi kenaikan tarif BPJS Kesehatan untuk peserta tidak mampu atau Penerima Bantuan Iuran (PBI) mencapai Rp 20 triliun. Dengan demikian, total belanja pemerintah untuk program JKN dapat menembus angka Rp 40 triliun.