SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus pembobolan rekening milik nasabah BRI, Septi Setianingsih (22) asal Dukuh Karang Kulon RT 22, Desa Kecik, Tanon, Sragen oleh tetanggganya sendiri, Ade Purba Pratama (25) berakhir antiklimaks.
Harapan hukuman berat untuk pelaku ternyata berbanding terbalik dengan putusan pengadilan. Secara mengejutkan, terdakwa Ade Purba Pratama hanya divonis satu tahun penjara.
Putusan itu setengah tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut 1,5 tahun penjara.
Padahal, selain menguras rekening korban sebesar Rp 41,150 juta, kejadian itu juga merenggut nyawa ibu Septi, Sumiyati (45), yang meninggal setelah mengetahui tabungannya puluhan juta di rekening dibobol.
Putusan itu mengemuka dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sragen beberapa hari lalu. Sidang digelar dengan dipimpin Ketua Majelis Hakim, Editerial dan JPU Susilowati.
“Tuntutannya 1,5 tahun dan sudah diputus. Putusannya 1 tahun penjara,” papar Kajari Sragen, Syarief Sulaeman melalui Kasi Pidum, Wahyu Wibowo Saputro ditemui di ruang kerjanya kemarin.
Menurutnya, hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatannya mengakibatkan korban mengalami kerugian Rp 41,150 juta.
Lantas belum ada pengembalian kerugian uang yang dibobol kepada korban sehingga korban juga belum bersedia memberikan damai.
“Yang meringankan, dia mengakui perbuatannya dan tidak akan mengulangi. Selain itu, putusannya semua barang bukti yakni barang-barang yang dibeli dari uang hasil pencurian itu dikembalikan kepada korban,” urai Wahyu.
Di sisi lain, putusan itu memicu kekecewaan dari keluarga korban. Dua anak almarhumah, Supriyanto dan Septi menilai putusan itu terlalu ringan dan tak sebanding dengan perbuatan pelaku dan dampak yang ditimbulkan hingga sampai merenggut nyawa ibu mereka.
“Kemudian waktu awal perkara masuk di kepolisian, keluarga pelaku sempat membuat surat pernyataan kesanggupan akan mengembalikan uang yang dicuri di rekening Rp 41 juta kepada kami. Sudah ada suratnya, bermaterai dan ditandatangani disaksikan tokoh masyarakat dan Babinsa. Tapi kemudian ketika berkas mau naik ke kejaksaan, mendadak mereka berbalik nggak mau mengembalikan. Apalagi setelah tahu vonisnya rendah, keluarga pelaku kalau lewat di depan rumah malah tertawa. Tapi kami menyadari hanya orang desa, bisa upaya apa Mas kecuali hanya nerima dan pasrah,” tutur Supriyanto, anak sulung korban, Sabtu (22/2/2020).
Meski kecewa, mereka pun akhirnya hanya bisa pasrah dan menerima fakta pahit tersebut.
Sekadar tahu, dalam berkas dakwaan penuntut umum, terdakwa Ade Purba Pratama awalnya mencuri ATM milik Septi, pada 7 Juli 2019.
Saat itu, kondisi rumah sedang sepi,hanya ada ibu korban Sumiyati yang dalam kondisi terbaring di dera penyakit stroke.
Setelah mencuri ATM korban dan menjebak PIN lewat akun FB palsu, ia kemudian membobol rekening lewat ATM selama 3 hari. Yakni pada tanggal 28, 29 dan 30 Agustus 2019.
Terdakwa kemudian melakukan penarikan dengan ATM sebanyak 11 kali penarikan dan satu kali transfer ke nomor rekening pamannya, atas nama Jumangin yang sudah lebih dulu dicuri.
Penarikannya pada tanggal 28 Agustus melakukan penarikan di ATM Rest Area Tol Sragen-Ngawi. Kemudian tanggal 29 Agustus di ATM BRI Gabugan sebanyak 4 kali masing-masing Rp 2,5 juta.
Lalu tanggal 30 Agustus sebanyak Rp 1,250 juta di ATM wilayah Madiun. Kemudian transfer ke rekening Jumangin sebesar Rp 20 juta lewat mesin ATM di Madiun.
Tak lama setelah rekeningnya dibobol, Sumiyati yang mendengar tabungannya hilang, langsung syok berat dan drop. Sempat dilarikan ke RSUD Sragen, ibu dua anak itu akhirnya meninggal dunia.
Saat almarhumah meninggal, belum ada yang tahu jika pelakunya adalah terdakwa yang tinggal bersebelahan rumah.
Dari keterangan terdakwa, seusai membobol Rp 41,150 juta, ia kemudian langsung menghamburkan uang hasil pembobolan. Tanpa peduli korban yang sampai meninggal, uang Rp 41 juta itu ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan foya-foya.
Di antaranya, membeli 2 HP Vivo seharga Rp 2 juta, satu HP Samsung seharga Rp 2,350 juta, dua velg mobil seharga Rp 8 juta, satu set audio sound mobil seharga Rp 3 juta.
Lantas empat speaker merek DMC seharga Rp 4,3 juta, permak mobil seharga Rp 4,8 juta, membeli pengapian mesin mobil Rp 2,2 juta, membeli gearbox mobil Rp 6 juta dan sisanya digunakan untuk foya-foya karaoke serta bersenang-senang lainnya.
Kasus ini banyak mengundang empati lantaran korban adalah keluarga miskin dan relatif lugu.
Uang milik Septi yang dibobol terdakwa itu merupakan uang milik ibunya, Sumiyati (45) hasil dari penjualan tanah warisan yang rencananya akan dibelikan tegalan untuk bertani suaminya.
Keluarga korban tercatat sebagai keluarga miskin dengan pekerjaan hanya buruh serabutan.
Karena orangtuanya awam, maka rekening dibuka atas nama putri keduanya, Septi. Bahkan, kasus ini juga merenggut nyawa Sumiyati, yang syok setelah mendengar bahwa uang tabungannya dari hasil warisan, hilang Rp 41 juta.
Sumiyati yang sudah menderita stroke, langsung drop dan sempat dibawa ke RSUD Sragen sebelum kemudian meninggal pada 8 September 2019. Anas S. Alim