SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Anggota DPR RI dari PKB, Luluk Nur Hamidah meminta pemerintah tak memdiskreditkan pondok pesantren di masa pandemi covid-19 saat ini.
Sebaliknya, ia berharap pemerintah bisa membuat kebijakan serta fasilitas yang setara antara pendidikan formal dengan pembelajaran di pesantren sehingga pesantren tak merasa dianaktirikan.
Hal itu disampaikan Luluk saat bersama Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengunjungi Habib Syech Abdul Qodir Assegaf di Gedung Bustanul ‘Asyiqin, Kamis (18/6/2020).
Habib Syech terlihat antusias menyambut kehadiran Ketua DPP PKB bidang hubungan internasional yang sekaligus anggota DPR RI Dapil Jateng IV itu.
Habib meminta Srikandi PKB ini untuk duduk disamping kiri beliau. Sementara Kapolda Jateng yang tiba beberapa menit lebih awal duduk disebelah kanan Habib Syech.
Hadir pula, Kapolresta Solo Kombes Pol Andy Rifai, uga beberapa jajaran petinggi Polda Jateng seperti Dir intelkam Polda Jateng Kombes Yuda Gustawan.
Turut hadir kemudian, Pengasuh Ponpes Al Quraniy Az Zayadiy, KH Abdul Karim (Gus Karim) yang dikenal sebagai guru ngaji Jokowi.
Dalam kesempatan silaturahim itu, Luluk menyampaikan bahwa PKB akan selalu berjuang untuk pesantren setelah sebelumnya sukses mengawal lahirnya UU Pesantren.
Tidak terkecuali pada saat pemerintah akan menerapkan New Normal. Maka ia menyerukan bahwa PKB meminta agar pesantren tidak dianaktirikan.
“Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang memiliki peran dan kontribusi yang besar dalam mengawal perjalanan bangsa Indonesia. Terutama dalam pembentukan nation-statte negara bangsa Indonesia, hingga era kemerdekaan dan seterusnya sampai hari ini. Pesantren bukan hanya sekedar lembaga keagamaan yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan baik klasikal maupun non formal, tapi juga sekaligus laboratorium sosial yang terbukti mampu melahirkan para pemimpin bangsa yang tangguh dan responsif,” papar Luluk kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Legislator yang akrab disapa Mbak Luluk itu menguraikan bahwa selama masa Pandemi Corona, hampir keseluruhan pesantren di Indonesia yang kini mencapai 28.000 dengan santri/murid hingga 4 juta orang semuanya berada di belakang pemerintah.
Menurutnya, tidak ada pesantren khususnya di bawah naungan NU yang membangkang anjuran pemerintah. Sejak wabah corona merebak, hampir seluruh pesantren secara tertib diliburkan sesuai anjuran.
Hanya saja, pemerintah dinilai melakukan tindakan diskriminatif terhadap pesantren.
“Yaitu ketika pendidikan formal “dipaksa” melakukan transformasi pembelajaran dari luring ke daring, justru pesantren tidak masuk dalam skenario tersebut. Hampir tidak ada formulasi kedua yang bisa diaplikasikan untuk tetap melanjutkan proses pembelajaran di pesantren,” terangnya.
Bahkan, ia menilai hampir tidak ada pembelajaran virtual yang dilakukan di pondok pesantren karena minimnya akses digital.
Pemerintah juga hampir tidak memiliki amunisi cadangan untuk merumuskan pembelajaran di pondok pesantren di masa Pandemi Covid 19.
Oleh karena itu, Legislator yang mewakili daerah pemilihan Jateng IV ( Sragen, Wonogiri dan Karanganyar) itu meminta agar pemerintah sungguh-sungguh memikirkan pesantren dan menyediakan bantuan.
Baik sarana dan prasarana ( asrama, kamar mandi,toilet dan sanitasi, air bersih), pusat kesehatan pesantren, serta anggaran yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar di Pesantren selama periode New Normal.
“Kemudahan akses digital sekaligus peningkatan SDM Pesantren harus dilakukan agar kemanfaatan adaptif pesantren menghadapi New Normal dapat berjalan dengan baik,” tandasnya. Wardoyo