Beranda Market Ekbis OJK Sebut Investor Saham Tiga Pilar Sejahtera Dirugikan Mantan Direksi

OJK Sebut Investor Saham Tiga Pilar Sejahtera Dirugikan Mantan Direksi

Joko Mogoginta, mantan Presiden Direktur TPS Food, Budi Istanto, Mantan Direktur PT Tigal Pilar Sejahtera dan Anton Apriantono, Mantan Komisaris TPS Food (tengah)

 

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Persidangan atas manajemen lama PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), Joko Mogoginta selaku mantan Presiden Direktur AISA dan mantan Direktur AISA, Budhi Istanto Suwito, kembali digelar di pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2020). Keduanya menjadi terdakwa setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menindaklanjuti laporan aduan masyarakat dari investor retail AISA. Adapun agenda persidangan yaitu pemeriksaan saksi-saksi.

Dalam persidangan kali ini, persidangan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Akhmad Sayuti mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum Leonard S. Simalango, S.H., yaitu Edi Broto Suwarno selaku Direktur Pemeriksaan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Anton Apriyantono selaku mantan Komisaris Utama AISA.

Dalam kesaksiannya, Edi mengatakan bahwa memang terdapat indikasi pelanggaran dalam laporan keuangan yang disajikan AISA tahun buku 2017. Kala itu, kedua terdakwa merupakan Direksi yang menandatangani Laporan Keuangan AISA. Menurutnya, indikasi pelanggaran itu ditemukan setelah pihaknya melakukan pengawasan dengan melakukan analisa pada laporan keuangan AISA. Dari hasil analisa tersebut ditemukan adanya permasalahan-permasalahan terkait pencatatan pihak-pihak terafiliasi. “Menurut divisi kami bahwa pencatatan itu ada yang tidak benar,” katanya.

Ketua majelis hakim dalam persidangan pun lantas mempertanyakan bagaimana OJK mengetahui ada enam (6) perusahaan terafiliasi dengan AISA namun dicatat sebagai pihak ketiga. “Kami melakukan penelusuran, cari data, dan undang para pihak untuk menjelaskan. Kami juga mengecek ke Kemenkumhan dan ternyata hasilnya ada kesamaan kepemilikan, perusahan-perusahaan itu dimiliki oleh pak Joko dan pak Budhi,” katanya.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pasar Modal Tahun 1995, lanjut Edi, dinyatakan bahwa setiap pihak yang sengaja menghilangkan, memalsukan atau menyembunyikan informasi sehinggga berpotensi merugikan perusahaan itu sama saja melakukan pelanggaran pidana.

Menurut Edi, ada dua dampak dari pelanggaran pada laporan keuangan yang dilakukan oleh Joko dan Budhi. Dampak pertama yaitu merugikan perusahaan, dalam hal ini AISA sendiri. Dan yang kedua merugikan investor pasar modal. “Yang seharusnya manajemen memperoleh keuntungan justru dirugikan, begitu pun investor publik dirugikan karena harga sahamnya menjadi turun,” katanya.

Anton Apriyantono, mantan Komisaris Utama AISA mengatakan bahwa ia baru mengetahui adanya indikasi pelanggaran setelah mendapat informasi dari kumpulan pemegang saham ritel AISA. Dalam laporan yang ia terima, ada dugaan pelarian modal ke perusahaan lain yang bukan anak perusahaan AISA, melainkan perusahaan lain yang dimiliki direksi. Alhasil, dana milik AISA tidak kembali masuk perusahaan, melainkan dimasukan ke piutang.

Dalam persidangan, Anton pun mengaku merasa kecolongan. “Saya merasa dirugikan karena tidak pernah diberitahu, sebagai komisaris harusnya diberitahu. Padahal di dalam lampiran internal laporan keuangan itu tidak ada masalah,” katanya.

Sebagai informasi, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) AISA pada Juli 2018 menolak laporan tahunan Direksi dan memutuskan untuk memberhentikan seluruh Direksi AISA, termasuk Joko Mogoginta dan Budhi Istanto. Tak terima diberhentikan, keduanya mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, berdasarkan penelusuran pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), gugatan keduanya telah dinyatakan ditolak.

Sekedar informasi, berdasarkan Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik, salah satu persyaratan Direksi perusahaan publik adalah tidak pernah menjadi direksi yang pertanggungjawabannya sebagai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris pernah tidak diterima oleh RUPS atau pernah tidak memberikan pertanggungjawaban sebagai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris kepada RUPS. Namun, Joko dan Budhi masih tetap berusaha untuk kembali menjadi Direksi AISA dengan mengajukan banding sekalipun gugatannya telah ditolak oleh Pengadilan Negeri.

Seperti diketahui, para investor AISA yang tergabung dalam Forum Investor Ritel AISA (Forsa) menggugat Joko dan Budhi di PB Jakarta Selatan lantaran diduga melakukan penggelembungan (overstatement) piutang anak usaha kepada AISA dalam laporan keuangan tahun 2017. Akibat penggelembungan piutang tersebut, laporan keuangan konsolidasi AISA terlihat menarik dan investor pun membeli saham AISA.

Berdasarkan Laporan atas Investigasi Berbasis Fakta yang dilakukan oleh PT Ernst & Young Indonesia, sebagaimana dimuat dalam Keterbukaan Informasi AISA pada 26 Maret 2019 memuat adanya temuan dugaan overstatement sebesar Rp 4 triliun pada akun piutang usaha, persediaan, dan aset tetap Grup TPS Food. Lalu sebesar Rp 662 miliar pada penjualan, Rp 329 miliar pada EBITDA Entitas Food.

Selain itu juga ada dugaan aliran dana sebesar Rp 1, 78 triliun kepada pihak-pihak yang diduga terafiliasi dengan manajemen lama, dan tidak ditemukannya adanya pengungkapan (discslosure) secara memadai terkait hubungan dan transaksi dengan pihak terafiliasi yang tidak sesuai dengan Keputusan Bapepam No. KEP-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.

Oleh karenanya, dalam gugatan ini, Jaksa pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendakwa Joko dan Budhi dengan Undang-undang Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal. Jika terbukti, keduanya akan dikenakan hukuman kurungan paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar. Bisa jadi, dalam sejarah peradilan Indonesia, inilah kali pertama Pasal Pidana dalam UU Pasar Modal ini digunakan untuk menjerat Direksi perusahaan go public.

Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa telah membacakan dakwaan terhadap Joko dan Budhi. Para Terdakwa diduga merupakan pengendali terhadap enam distributor AISA namun dalam penyajian laporan keuangan oleh keduanya, justru distributor yang seharusnya disajikan sebagai pihak berelasi malah dilaporkan sebagai pihak ketiga.

Dalam dakwaannya, Jaksa memaparkan bahwa dalam penyusunan laporan keuangan AISA, kedua terdakwa memerintahkan kepada bawahannya untuk menaikkan akun piutang 6 (enam) perusahaan distributor dengan tujuan supaya kondisi keuangan perusahaan terlihat baik. Perbuatan para terdakwa inilah yang dianggap oleh Jaksa mempengaruhi saham AISA di bursa efek dan merugikan investor publik.(ASA)