SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ketua DPRD Sragen, Suparno menegaskan legislatif mendukung dan siap terkait desakan untuk pembuatan peraturan daerah (Perda) larangan perdagangan dan konsumsi daging anjing.
DPRD bahkan siap menyusun draft Perda seandainya Pemkab melimpahkan tugas pembuatan Perda itu ke DPRD. Penegasan itu disampaikan Suparno menyikapi fakta maraknya perdagangan anjing di Sragen yang menjadi sorotan hingga nasional.
“Pada prinsipnya, sepanjang itu baik dan untuk kemaslahatan masyarakat, DPRD siap mendukung Perda itu. Kalau dari Pemkab akan mengajukan sendiri, kita siap mendukung dan membahas. Kalau dilimpahkan ke DPRD, kita pun siap membuatnya,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (27/1/2021).
Suparno menguraikan jika melihat fakta yang disampaikan, transaksi anjing untuk konsumsi di Sragen memang perlu ditindaklanjuti. Apalagi dengan predikat Sragen jadi Pemasok anjing konsumsi terbesar di Solo Raya, juga otomatis berimbas negatif pada citra Kabupaten Sragen.
“Karenanya kami sangat siap apabila dibutuhkan Perda. Kalau eksekutif siap, ya monggo, kalau DPRD ditugasi pun siap,” tandasnya.
Pernyataan itu dilontarkan menyikapi fenomena maraknya perdagangan anjing ilegal untuk konsumsi dari Sragen.
Kalangan aktivis pemerhati hewan anjing yang tergabung dalam Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) Solo mengungkap fakta baru soal keberadaan warung-warung penjual kuliner daging anjing di Sragen.
Selain di Gemolong, ternyata warung guguk itu juga marak berdiri dan menyebar di sejumlah wilayah di Sragen
Koordinator DMFI Solo, Mustika Cendra kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Selasa (26/1/2021), mengatakan dari hasil investigasi timnya ke lapangan beberapa hari terakhir, menemukan sejumlah warung penjual kuliner daging anjing di beberapa wilayah.
Di antaranya di Dukuh Karanganyar RT 3 Patihan, Sidoharjo. Warung itu beroperasi terselubung dengan memasang tulisan jual Salad namun di dalamnya ternyata menjual rica, tongseng dan berbagai olahan daging anjing.
Lantas di Pucung, Tegalrejo, Jurangjero Karangmalang, tim juga menemukan warung yang menjual kuliner daging anjing.
Serupa, sebuah warung di Kampung
Sidomulyo, Sragen Wetan, juga diam-diam menjajakan sate anjing dan kuliner jenis lainnya dari bahan daging anjing.
Lantas di Teguh Jajar, Plumbungan, Karangmalang dan di Gumantar, Pelemgadung, Karangmalang, tim juga menemukan warung yang nekat memasang poster jual rica guguk.
“Beberapa Penjual sengaja menyamarkan warungnya. Di depan masang jual Salad, tapi dalamnya menjual kuliner dari daging anjing. Ada juga yang tanpa nama, tapi ada yang terang-terangan memasang nama,” paparnya.
Aktivis yang akrab disapa Cik Meme itu menuturkan fakta itu membuktikan bahwa praktik pemotongan dan penjualan anjing untuk dikonsumsi di Sragen memang bukan isapan jempol belaka.
Deretan warung guguk di atas adalah beberapa sampel yang ditemukan hanya dalam sehari. Sebelumnya tim sudah mendeteksi ada sekitar 7 warung guguk yang beroperasi di wilayah Kecamatan Gemolong.
Ia juga mengungkap salah satu warung guguk terbesar ada di wilayah dekat pengepul yakni di Mijahan, Ngembat Padas, Gemolong.
Di salah satu pintu masuk gang wilayah itu, berdiri warung dengan terang-terangan memajang poster Warung Rica Guguk. Kemudian di wilayah lainnya di Gemolong juga ada warung-warung serupa meski kapasitasnya tak sebesar di Mijahan.
“Itu baru sementara yang kami temukan di lapangan. Saya yakin riilnya lebih banyak lagi,” tuturnya.
Cik Meme mengungkapkan di warung Mijahan itu, pemilik juga memajang anjing yang masih hidup dan dijual siap masak satu ekor. Harganya dipatok Rp 700-800.000.
Menurutnya fakta itu membuktikan bahwa praktik yang terjadi di Gemolong Sragen tak hanya pengepulan saja tapi mereka juga buka warung dan memotong daging anjing untuk dijual kuliner.
Ia bahkan meyakini bahwa angka belasan itu baru yang terdeteksi secara kasat mata. Jumlah riilnya diduga masih banyak lagi. Fenomena gunung es itu sudah terbukti di Karanganyar.
“Waktu di Karanganyar, Pak Bupati Juliyatmono waktu survei hanya nemukan sedikit warung. Tapi waktu ditutup dapat kompensasi, jumlahnya banyak dan akhirnya semua pada ngaku. Yang warung besar di Mijahan itu nyediakan anjing hidup, pembeli tinggal milih. Harga Rp 800.000 itu sudah termasuk dipotong dan dimasakkan.
Pembeli bisa milih posisi anjing yang masih hidup,” terangnya.
Atas fakta itu, ia meminta Pemkab dan Disnakkan tak lagi ragu untuk segera mengambil tindakan tegas menutup dan menghentikan praktik perdagangan anjing liar untuk konsumsi itu.
Selain melanggar aturan karena anjing bukan konsumsi, hal itu semata-mata demi menyelamatkan manusia dari ancaman penyakit rabies. Sebab anjing-anjing yang didatangkan dari Jawa Barat dan luar kota itu diyakini adalah anjing yang tidak beres dan tak ada jaminan sehat.
“Maka dari itu kami berharap Bupati segera menyusun Perda agar praktik ini bisa dihentikan. Nanti Senin depan kami akan bertemu dengan Disnakkan untuk mengungkap fakta dan temuan kami di lapangan,” tandasnya. Wardoyo