JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pandemi Covid-19 selain berdampak pada kesehatan, pendidikan dan ekonomi, ternyata berdampak pula pada kehidupan beragama dan berkeyakinan di masyarakat.
Laporan riset Setara Institute menyebutkan, pandemi Covid-19 menjadi lahan subur diskriminasi dan intoleransi.
Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan, sepanjang 2020, terjadi 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), dengan 422 tindakan.
“Dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah peristiwa menurun tipis, yang mana pada 2019 terjadi 200 peristiwa pelanggaran KBB, namun dari sisi tindakan melonjak tajam dibandingkan sebelumnya yang hanya 327 pelanggaran,” kata Halili dalam keterangannya, Selasa (6/4/ 2021).
Peristiwa pelanggaran KBB ini paling banyak terjadi di Jawa Barat (39 peristiwa), Jawa Timur (23), Aceh (18), DKI Jakarta (13), Jawa Tengah (12), Sumatera Utara (9), Sulawesi Selatan (8), Daerah Istimewa Yogyakarta (7), Banten (6), dan Sumatera Barat (5).
“Tingginya jumlah kasus di Jawa Barat hampir setara dengan jumlah kumulatif kasus di 19 provinsi lainnya,” katanya.
Menurut Halili, dari 422 tindakan yang terjadi, 238 di antaranya dilakukan oleh aktor negara, seperti pemerintah daerah dan kepolisian. Sementara 184 di antaranya dilakukan aktor non-negara, seperti kelompok warga dan ormas keagamaan. Hal itu menunjukkan bahwa kecenderungan peningkatan tindakan pelanggaran oleh aktor negara tahun lalu berlanjut.
Tindakan tertinggi yang dilakukan oleh aktor negara adalah diskriminasi (71 tindakan), sedangkan tindakan tertinggi oleh aktor non-negara adalah intoleransi (42 tindakan). “Melihat potret tindakan aktor negara dan non negara, tampak bahwa pandemi menjadi lahan subur bagi terjadinya diskriminasi dan
intoleransi,” ujarnya.
Adapun kelompok korban pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan 2020 terdiri dari warga (56 peristiwa), individu (47), agama lokal atau penghayat kepercayaan (23), pelajar (19), umat Kristen (16), umat Kristiani (6), aparatur sipil negara (4), umat Konghucu (3), umat Katolik (3), umat Islam (3), umat Hindu (3), umat Buddha (2), dan ormas keagamaan (2).
Secara umum, kata Halili, pandemi Covid-19 membawa dampak positif dan negatif bagi KBB di Indonesia. Dampak positif yang ditimbulkan, misalnya, cakupan ibadah daring yang menjadi tak terbatas serta timbulnya inisiatif gotong royong antar umat beragama.
Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu munculnya polarisasi dalam masyarakat, politisasi Covid-19, pelipatgandaan marjinalisasi kelompok yang terdiskriminasi terutama perempuan, dan pembatasan atau pembatalan kegiatan keagamaan.
Dalam rekomendasinya, Halili menyarankan pemerintah pusat dan daerah menguatkan program kemasyarakatan yang menekankan interaksi antaragama dalam lingkungan sosial. Sehingga bisa menghilangkan diskriminasi dan intoleransi.
“Hal ini penting dalam rangka memupuk kepercayaan dan persaudaraan satu sama lain, memajukan toleransi, dan membangun resiliensi sosial,” kata dia.