Beranda Daerah Sragen Gawat, Tiap Hari Kasus Covid-19 Sragen Tambah 50an Orang, Kematian 5,6 %,...

Gawat, Tiap Hari Kasus Covid-19 Sragen Tambah 50an Orang, Kematian 5,6 %, Jumlah Bed ICU Tinggal 15 %. Ini Daftar 3 Rumah Sakit dengan Angka Kematian Tertinggi!

Ilustrasi penanganan pasien covid-19 saat simulasi di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Situasi covid-19 Sragen terus menunjukkan lesatan yang wajib diwaspadai. Di saat situasi zona merah, angka penambahan kasus positif per hari sudah mencapai 50an orang.

Lonjakan penambahan itu berdampak buruk terhadap ketersediaan kamar perawatan atau bed di rumah sakit. Utamanya bed di ruangan ICU yang kini sudah tinggal tersisa 3 bed saja.

Bupati Bupati, Kusdinar Untung Yuni Sukowati seusai rakor dengan manajemen rumah sakit di kompleks Rumah Dinas Sragen, Selasa (8/6/2021) mengungkapkan saat ini angka penambahan kasus positif baru di Sragen cukup tinggi.

Ia menyebut data terbaru, rata-rata ada tambahan 50 kasus positif Covid-19 setiap hari di Bumi Sukowati. Untuk angka kesembuhan pasien Covid-19 di Sragen mencapai 98 persen.

Tidak hanya itu, angka kematian pasien covid-19 di Sragen juga menunjukkan angka cukup memprihatinkan. Yakni mencapai 5,6 persen.

Hal itu diperparah dengan menipisnya jumlah kamar Intensive Care Unit (ICU) yang ada di rumah sakit negeri dan swasta.

“Saat ini, Sragen memliki 19 kamar ICU untuk pasien Covid-19, namun 16 kamar sudah terisi atau 84 persen,” paparnya kepada wartawan.

Dengan kondisi itu, Bupati mengatakan pihaknya sudah menyiapkan beberapa langkah untuk mengatasi kondisi tersebut. Salah satunya dengan menambah lagi enam tempat tidur ICU.

Tambahan empat tempat tidur berada di RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen dan dua tempat tidur di RSUD Soeratno Gemolong. Sehingga saat ini jumlah ruangan ICU sudah menjadi 25 kamar ICU.

Baca Juga :  Semakin Parah, KPU Sragen Gelar Rapat PPS di Hotel Berbintang, Tokoh Sragen Murka: Pemborosan dan Akal-akalan Anggaran

Penambahan ruangan ICU juga dilakukan untuk menekan angka kematian. Berdasarkan data terbaru, angka kematian pasien Covid-19 tertinggi terjadi di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.

Disusul kemudian RSUD dr Soeratno Gemolong dan ketiga RSI Amal Sehat Sragen. Tingginya angka kematian di 3 rumah sakit itu salah satunya karena ketiga RS itu memang menjadi rujukan pasien Covid-19 di Sragen.

“Biasanya pasien yang dikirim ke RS sudah dalam kondisi buruk,” imbuhnya.

Terkait tingginya angka kematian, Bupati Yuni menyampaikan dari hasil evaluasi, memang ada kendala rumah sakit yang merawat pasien Covid-19.

Yakni tingkat keterisian ruangan atau bed occupancy rate (BOR) yang cukup tinggi di dua rumah sakit itu.

Kemudian sebagian pasien yang dikirim ke RS rujukan yakni di RSUD Soehadi dan Soeratno memang kondisinya sudah memburuk.

“Kalau sistem itu diperbaiki karena rujukan itu kan harus disistem secret dulu itu lama nunggunya maka kita akan by phone antar direktur dan DKK. Sehingga kita bisa cek kesiapan ICU berapa langsung kirim ke sini. Kemudian transit di IGD lebih cepat kalau memang butuh ICU langsung masukkan ke ICU sehingga tidak terlalu lama di IGD. Kemudian faktor ada beberapa kematian itu isoman di rumah memburuk baru ke RS dalam kondisi buruk dan masuk ICU meninggal dunia,” terangnya.

Baca Juga :  Adu Gagasan Calon Bupati Sragen 2024 Bowo Vs Sigit Dalam Mengatasi Bencana Kekeringan Air Bersih di Utara Bengawan

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sragen Hargiyanto mengakui, tingkat keterisian ruangan ICU rumah sakit di Sragen mencapai 84 persen. Dari 19 tempat tidur ICU, 16 di antaranya saat ini sudah terisi.

Kalau secara keseluruhan, saat ini terdapat 180 tempat tidur untuk perawatan pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit, baik negeri maupun swasta di Sragen.

Sementara itu, Technopark Sragen yang disiapkan untuk membantu isolasi mandiri, kapasitas tempat tidurnya sebanyak 250 buah, serta terisi 106 pasien.

Selama sepekan ini rata-rata lonjakan pasien 40-50 orang per hari.

“Di Sragen jumlah warga yang positif termasuk tinggi, namun sebagian besar butuh isolasi mandiri,” jelas Hargiyanto. Wardoyo