SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kisah tragis dialami Indra Ongki Setiawan (22). Pemuda asal Dukuh Lenteng RT 19, Desa Soko, Miri, Sragen itu kini hanya tergolek lemah menunggu keajaiban dan pengobatan.
Sudah hampir sepekan, pemuda malang yang bekerja sebagai buruh proyek lepas itu menjalani perawatan intensif di RSUD dr Moewardi Solo.
Ia disarankan harus menjalani operasi tengkorak kepala dan beberapa bagian lainnya setelah mengalami kecelakaan tunggal.
Kondisi orangtuanya yang hanya buruh tani membuat keluarga kini kebingungan mencari biaya untuk membayar jika harus dioperasi.
Menurut pengurus Karang Taruna desa setempat, Sutardi (33), peristiwa tragis itu bermula ketika Indra mengalami kecelakaan tunggal saat hendak membeli lumut di wilayah Miri, sepekan silam.
Sepeda motornya terantuk lubang hingga tubuhnya terpental. Malang tak dapat ditolak, kepalanya terbentur pada beton talud di tepi jalan hingga mengalami luka dalam nan parah.
“Dari keterangan pihak medis, dia dinyatakan mengalami luka berat di kepala, bagian tengkoraknya sampai cemplong dan harus dioperasi. Kemudian bagian rahang juga patah. Pihak dokter sudah menyampaikan untuk menyelamatkan, harus operasi dan ada beberapa tahapan dengan biaya cukup besar,” ujarnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (5/6/2022).
Sutardi menguraikan sejak kejadian, hingga kini sudah sepekan, Indra dirawat di rumah sakit dan sudah habis biaya sekitar Rp 41 juta.
Biaya itu juga belum terbayar karena ketiadaan orangtuanya. Hanya buruh tani dengan 6 anak, membuat penghasilan keluarga terlalu berat untuk membiayai pengobatan sebesar itu.
“Nah dari dokter kemarin diberitahu harus operasi. Untuk operasi pertama dibilang biayanya sekitar Rp 70 juta. Itu baru satu kali, padahal nanti ada sekitar 3 tahap operasi. Dari pengalaman warga yang pernah operasi seperti itu, perkiraan biaya semua tahapan operasi di atas Rp 200 juta. Makanya keluarga bingung karena kondisinya benar-benar nggak punya,” urainya.
Meski tergolong tidak mampu, ironisnya Indra dan orangtuanya ternyata tidak memiliki fasilitas kartu pengobatan gratis seperti KIS, Jamkesda atau lainnya.
Atas kondisi itu, pihak keluarga kini terpaksa harus putar otak mencari pinjaman ke mana-mana untuk menutup biaya sepekan awal.
Padahal kelanjutannya masih butuh banyak biaya untuk beberapa tahap operasi.
“Indra ini anak ketiga dari 6 bersaudara. Kondisi orangtua benar-benar nggak mampu. Kami dari warga sekitar dan karang taruna sampai ikut bingung bagaimana membantu mencarikan bantuan dan donasi,” jelas Sutardi.
Berharap Uluran Tangan
Sutardi menguraikan upaya untuk mencari bantuan ke Pemkab sudah dilakukan. Dengan dibantu anggota DPRD Hardiyana, korban diajukan untuk mendapat kartu Saraswati Menur.
Namun nominal bantuan yang kemungkinan bisa diberikan maksimal hanya Rp 17,5 juta sesuai.
Selain menggalang donasi, pihak keluarga juga tengah berjuang untuk mengurus BPJS agar bisa mendapat keringanan biaya. Akan tetapi setidaknya butuh waktu sebulan fasilitas BPJS baru bisa digunakan.
“Keluarga juga sudah muter-muter cari donasi dan sebagainya. Serta minta bantuan ke Pak DPRD, pokoknya sampai segala upaya dari warga sekitar bagaimana caranya bisa ikut membantu dapat biaya. Karena nggak tega melihatnya, sudah kondisi ekonomi tidak mampu, harus nyari biaya ratusan juta,” imbuhnya.
Terlebih, sejak sepekan kejadian, hingga kini kedua orangtua Indra sudak tak bisa bekerja karena harus menunggui anaknya di rumah sakit.
Ia sangat berharap ada pihak yang tergerak menyumbang donasi atau membantu Indra agar bisa menjalani operasi dan pulih seperti sedia kala.
Anggota DPRD Sragen asal Sumberlawang, Hardiyana mengaku trenyuh melihat apa yang menimpa Indra.
Selain orangtuanya hanya buruh tani, kondisi ekonomi keluarga juga sangat memperihatinkan. Melihat kondisi itu, pihaknya sudah berkoordinasi mencarikan bantuan ke Pemkab melalui Dinas Sosial dan Sekda Sragen.
Namun Pemkab hanya bisa mengakomodir untuk difasilitasi dari program Saraswati Menur dengan nominal bangunan dana pengobatan maksimal Rp 17,5 juta.
“Dan itu prosesnya harus nunggu satu bulan dulu baru bisa cair. Kami kejar mungkin ada solusi lain, katanya itu sudah mentok. Paling dari BPJS kabupaten sama kalau ada sumbangan dari Basarnas. Ini baru kami akan koordinasikan,” ujarnya. Wardoyo