Beranda Info Benarkah Lato-lato Permainan Tradisional Warisan Nenek Moyang?

Benarkah Lato-lato Permainan Tradisional Warisan Nenek Moyang?

Ilustrasi mainan lato-lato / republika

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Lato-lato. Jenis mainan yang satu ini, entah mengapa tiba-tiba begitu booming belakangan ini.

Banyak sekali anak-anak kecil hingga remaja yang kegandrungan memainkan lato-lato dengan jari tangannya hingga menguarkan bunyi tek-tek yang berirama.

Semakin lincah seseorang bermain, bunyi tek tek itu semakin terdengar rapat, hingga mengesankan bunyi rentetan tembakan.

Bentuknya sangat sederhana. Hanya berupa dua bola plastik polimer yang pejal seukuran bola pingpong. Kedua ujung bola itu dikaitkan dengan tali, yang keduanya menyatu pada gelang plastik untuk pegangan.

Saat dimainkan dengan cara menggoyang-goyangkan jari tangan, maka kedua bola plastik itu beradu. Benturan dua bola plastik itulah yang memunculkan irama.

Harga untuk sebuah mainan berupa dua buah bola kecil ini sebenarnya cukup murah, hanya Rp 5.000. Namun booming telah memaksa harga lato-lato ikut melonjak menjadi Rp 15.000.

Mencari lato-lato juga tak harus ke toko mainan. Di pinggir-pinggir jalan, banyak pedagang lato-lato yang menawarkan dagangannya.

Kalau ditanya, dari mana asal permainan lato-lato? Benarkah ini merupakan permainan tradisional warisan nenek moyang? Atau dan atau yang lainnya?

Usut punya usut, ternyata lato-lato memang merupakan permainan tradisional, tapi bukan bersal dari Indonesia.

Permainan itu memiliki sejarah panjang dan pernah terkenal di Amerika Serikat dengan sebutan clackers balls atau klackers balls.

Permainan ini meluas hingga Italia, yang di sana disebut dengan ‘Lato’ (bahasa italia yang berarti sisi samping).

Konon ceritanya, pada akhir 1960-an orang-orang bermain gila-gilaan dengan dua bola kecil yang berat di atas senar.

Clackers, begitu digerakkan mengeluarkan suara yang memekakkan telinga, namun sangat menyenangkan. Itulah yang membuat orang ketagihan.

Dua bola yang beradu itu, suatu ketika bisa meledak pecah karena terbuat dari akrilik, hingga akhirnya permainan ini resmi dilarang.

Pada awal tahun 70-an, ratusan pembuat mainan telah menjual jutaan clacker di seluruh dunia. Clacker memiliki desain yang mirip dengan boleadora, senjata pilihan untuk gaucho (koboi Argentina) yang mencoba menangkap guanaco.

Pada  awal 1970-an, clackers begitu populer sehingga sampai ke penduduk provinsi kecil di Italia bernama Calcinatello (populasi 12.832) yang mengadakan kompetisi tahunan untuk penggemar clacker.

Mainan tersebut awal mulanya dipasarkan sebagai cara untuk mengajari anak-anak koordinasi antara tangan-mata. Tetapi fakta bahwa mainan tersebut dapat berubah menjadi proyektil yang berbahaya, hingga akhirnya permainan itu juga dilarang untuk mencegah kebutaan.

 

Pada 1971, FDA menyatukan kepala kolektifnya dan menetapkan standar keamanan baru untuk produsen yang mencakup pengujian preskriptif dan pencatatan yang ketat. Itu adalah hambatan besar bagi pembuat clacker, kemudian mainan itu ditarik dari pasar.

Kepopuleran permainan ini juga sampai di Indonesia pada tahun 90-an. Permainan ini tidak lagi menggunakan bahan akrilik yang berisiko pecah dan berbahaya. Meskipun bentuknya masih sama, permainan ini dibuat lebih aman karena menggunakan bahan plastik polimer.

www.republika.co.id