JOGLOSEMARNEWS.COM — Nyamuk merupakan binatang yang dapat ditemukan di seluruh belahan dunia. Binatang terbang ini bertahan hidup dengan cara mengisap darah manusia atau hewan.
Ketika mengisap darah manusia, nyamuk juga menyuntikkan air liur yang dapat memicu rasa gatal dan pembengkakan di kulit. Bukan itu saja, melalui gigitannya, nyamuk dapat menyebarkan virus yang dapat menyebabkan penyakit.
Dilansir dari laman CDC, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk adalah penyakit yang disebarkan oleh gigitan nyamuk yang terinfeksi. Meskipun beberapa orang tidak sakit setelah digigit nyamuk yang terinfeksi, namun beberapa penyakit ringan jangka pendek atau jangka panjang bisa saja terjadi.
Mengutip dari laman Web MD, berikut beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh gigitan nyamuk.
1. Zika
Bagi kebanyakan orang, gejala dari virus zika cukup ringan yaitu demam, ruam, nyeri sendi, dan mata merah. Namun virus ini berbahaya bagi wanita hamil dan bayinya. Virus ini dapat menyebabkan cacat lahir yang disebut mikrosefali, yang menyebabkan kepala kecil dan kerusakan otak.
2. Demam berdarah (DBD)
Saat seseorang terkena DBD, maka orang tersebut dapat mengalami masalah seperti ruam, demam, sakit kepala, mudah memar, dan gusi berdarah. Satu-satunya vaksin yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) adalah untuk digunakan pada anak usia 9-16 tahun yang telah terinfeksi oleh salah satu dari empat virus DBD untuk membantu mencegah penyakit tersebut kembali dari salah satu virus lainnya.
3. Malaria
Malaria dapat menimbulkan gejala berupa demam, sakit kepala, menggigil, dan muntah. Jika seseorang bepergian ke negara yang rawan terhadap malaria, maka tidurlah di bawah kelambu yang diberi insektisida, dan minum obat anti-malaria.
4. Penyakit kuning
Penyakit kuning dapat membuat kulit dan mata terlihat berwarna kekuningan. Infeksi ini akan membuat penderitanya sakit kepala, sakit punggung, menggigil, dan muntah.
5. Chikungunya
Seseorang yang terinfeksi chikungunya akan mengalami ruam, sakit kepala, mual, dan kelelahan. Penyakit ini banyak ditemukan di Asia dan India, dan mulai menyebar ke Eropa dan Amerika. Dalam beberapa kasus, gejalanya dapat berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun.