SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kisah pemandian air panas Bayanan ternyata juga kental dengan nuansa keislaman.
Konon terdapat Pondok Pesantren Gebang Tinatar yang didirikan Kyai Ageng Mochammad Khasan Besari di Desa Tegalsari Ponorogo, Jawa Timur pada tahun 1700 M (Poernomo 1985, Babad Kyai Ageng Muhammad Besari, hal 21).
Sedangkan Menurut Drs Haris Daryono, Masa hidup Kyai Ageng Mochammad Khasan Besari adalah 1674 M -1747 M (Haris. D., 2006, dari Majapahit Menuju Pondok Pesantren, hal 258).
Kepemimpinan Pondok Pesantren Gebang Tinatar turun temurun dilanjutkan oleh anak cucu Kyai Ageng Mochammad Khasan Besari .
Pada tahun 1867 M – 1877 M, Pondok Pesantren Gebang Tinatar dipimpin oleh Kyai Kasan Anom I (Haris. D., idem). Pada kurun waktu ini pula, kisah seputar mata air bayanan muncul.
Tampaknya terdapat kaitan antara sosok ulama Pondok Gebang Tinatar Ponorogo dengan umbul Bayanan. Sebab, saat ini terdapat beberapa nama-nama yang secara toponim berkaitan dengan sosok Kyai Kasan Anom I.
Disumbat Gong
Dalam cerita tutur para tetua masyarakat Bayanan, Gong untuk menyumbat umbul yang menyembur tak terkendali itu ditanam oleh Kyai Khasan dari Ponorogo.
Sementara di atas sebuah bukit, tak jauh dari umbul bayanan sekarang, terdapat petilasan yang disebut warga sekitar dengan punden Ki Anom.
Sebagaimana ditulis di koran belanda 1890-11-06 Bataviaasch Nieuwsblad bahwa sumber air panas Bayanan yang diberitakan tersebut sebenarnya telah ditemukan beberapa dekade (20-30 tahun) sebelumnya, disekitar tahun 1860-1870.
Pada periode itu pula, Kyai Khasan Anom I memimpin Pondok Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari Ponorogo.
Maka, patut diduga bahwa Kyai Khasan dari Ponorogo yang selama ini tersiar dalam cerita rakyat Bayanan tak lain adalah Kyai Khasan Anom I, pemimpin dan ulama dari Pondok Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari Ponorogo.
Sementara itu petilasan tongkat Kyai/Eyang Anom tak jauh dari umbul Bayanan besar kemungkinan adalah lokasi yang pernah disinggahi Kyai Khasan Anom I.
Kemungkinan, setelah membendung umbul air panas, beliau berkeliling berdakwah di daerah Bayanan sebelum kembali ke Ponorogo.
Petilasan Eyang Anom
Salah satu lokasi yang disinggahi adalah tempat di mana sekarang menjadi petilasan Eyang Anom. Di dalam tanah petilasan itu dipercaya terdapat tongkat milik Eyang Anom.
Gong sebagai alat musik gamelan jawa juga memiliki makna keagungan dan kebesaran Allah SWT.
Tidak ada peristiwa yang terjadi tanpa seijin Allah SWT. Sedangkan Bayan dalam bahasa arab artinya terang.
Sehingga Kyai Khasan menamakan Gong tersebut sebagai Gong Bayan sebagai sarana dakwah kultural dengan menggunakan perlambang simbolik.
Lantas sebagai ciri khas ulama waktu itu yang menyebarkan agama Islam tanpa meninggalkan keberadaan seni budaya lokal. Wardoyo