WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Ini loh lur bukti bahwa Waduk Gajah Mungkur hanya sumbang luapan Bengawan Solo dalam persentase kecil.
Paling banyak adalah Kali Dengkeng disusul Kali Samin serta aliran air permukaan lainnya.
Plt Dirut PJT I Milfan Rantawi menyebutkan, debit air yang terus meningkat itu membuat masuk level siaga merah di Stasiun Jurug pada Kamis (16/2). Sementara itu, tingginya curah hujan di eks Karesidenan Surakarta juga menyebabkan debit Bengawan Solo meningkat drastis.
Seperti di Kali Dengkeng, debit terus meningkat menjadi 562 meter kubik per detik atau masuk siaga merah. Normalnya, debit air disana 41 meter kubik per detik.
Lalu Kali Samin, dalam kondisi normal debit airnya 54 meter kubik per detik. Kondisi itu naik menjadi 401 meter kubik per detik dan masuk ke level siaga merah.
“Ini tentunya mengakibatkan debit Bengawan Solo di Kota Solo ikut meningkat,” kata Milfan Rantawi baru baru ini.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil pembacaan telemetri di pos pemantauan Jurug Solo pada tanggal 14-16 Februari tercatat naik dari 204 meter kubik per detik (kondisi Normal) menjadi 1.596 meter kubik per detik (Siaga Merah).
Menurut dia, peningkatan debit ini secara proporsional merupakan kumulatif dari aliran Kali Dengkeng 562 meter kubik per detik atau 35 persen dari total debit. Lalu Kali Samin 401 meter kubik per detik atau sekitar 25 persen.
Sementara itu, outflow WGM sebesar 280 meter kubik per detik atau sekitar 18 persen. Sisanya atau 22 persen adalah limpasan air permukaan lainnya.
“Curah hujan yang tinggi dan merata menyebabkan debit Sungai Bengawan Solo terus meningkat,” kata Milfan Rantawi.
Milfan Rantawi menerangkan, kondisi itu juga terjadi di hulu sungai Bengawan Solo. Peningkatan curah hujan di catchment Waduk Wonogiri sejak tanggal 14-16 Februari berdampak naiknya elevasu muka air WGM.
“Naik dari +135,11 meter menjadi +137,00 meter. Elevasi ini lebih tinggi 3,35 meter dari kondisi normal sesuai pola yakni +133,65 m,” terang Milfan Rantawi.
Atas hal itu, PJT I berkoordinasi dengan BBWS Bengawan Solo untuk melakukan pengendalian elevasi muka air WGM. Itu dengan penambahan outflow waduk secara bertahap, dari 50 meter kubik per detik menjadi 280 meter kubik per detik.
Milfan Rantawi memaparkan, WGM memiliki fungsi krusial dalam pengendalian banjir. Ada aturan yang harus dipatuhi bersama dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan.
Saat tinggi muka air mencapai Siaga Hijau (elevasi +135,30 m), maka secara bertahap akan dilaksanakan pelepasan air melalui pembukaan spillway.
“Tujuannya untuk keamanan infrastruktur Bendungan Wonogiri dari bahaya overtopping atau pelimpasan air melalui puncak bendungan. Selain itu juga mencegah potensi terjadinya pelepasan debit banjir yang lebih besar di daerah hilir” papar Milfan Rantawi.
Lebih jauh, Milfan Rantawi mengatakan outflow dari WGM sempat diturunkan pada Jumat (17/2) pukul 11.00. Pihaknya juga sempat menurunkan outflow Wonogiri dari 280 meter kubik per detik menjadi 200 meter kubik per detik dan 100 meter kubik per detik pada Jumat pukul 15.30.
Namun, imbuh Milfan, pada perkembangannya elevasi waduk kembali naik hingga menyentuh level 137,07 m pada Jumat pukul 20.00. Setelah berkoordinasi dengan BPBD di wilayah eks Karesidenan Surakarta, PJT I kembali menambah outflow spillway mulai jam 21.00.
Dari semula 100 meter kubik per detik menjadi 200 meter kubik per detik. Total outflow setelah ditambah dari PLTA menjadi 250 meter kubik per detik.
“Pengendalian elevasi Waduk Wonogiri melalui pengaturan outflow ini akan terus dievaluasi kemudian dengan terus mempertimbangkan kondisi cuaca di hulu Waduk Wonogiri,” jelas Milfan Rantawi.
Selanjutnya, kondisi di hilir Bendungan Wonogiri sesuai dengan pedoman operasi yang berlaku. Selain itu tetap mengkomunikasikan perkembangan yang ada kepada para stakeholder terkait. Aris Arianto