Beranda Edukasi Pendidikan Mahasiswa KKN 49 FKIP UNS Kenalkan Sejarah Laweyan dan Kreasi Batik Jumputan...

Mahasiswa KKN 49 FKIP UNS Kenalkan Sejarah Laweyan dan Kreasi Batik Jumputan di Kelurahan Panularan, Solo

Mahasiswa KKN Kelompok 49 FKIP UNS bersama dengan anggota Forum Anak Kelurahan Panularan menunjukkan batik jumputan teknik Shibori yang mereka praktikkan | Foto: Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Presiden pertama RI, Ir Soekarno pernah melontarkan sebuah ungkapan yang sangat terkenal yakni ‘Jasmerah’, yang merupakan akronim dari “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”.

Ungkapan tersebut mengandung makna, bahwa generasi muda tidak boleh melupakan sejarah perjuangan para pahlawan, para pendahulu maupun foundhing father.

Salah satu upaya untuk mengenang kembali sejarah para pendahulu dan leluhur, dapat dilakukan melalui napak tilas, baik secara fisik maupun non fisik.

Dalam skope yang lebih kecil, atau sejarah lokal, mahasiswa KKN Kelompok 49 FKIP UNS Surakarta menggelar kegiatan Prameswari “Pengenalan Sejarah Lokal Laweyan dan Kreasi Batik Shibori” di Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, Solo.

Kegiatan tersebut berlangsung di pendapa Kelurahan Panularan pada Minggu (13/8/2023), yang diikuti oleh anggota Forum Anak Kelurahan Panularan.

Mahasiswa KKN Kelompok 49 FKIP UNS melakukan foto bersama dengan anggota Forum Anak Kelurahan Panularan, peserta kegiatan Prameswari “Pengenalan Sejarah Lokal Laweyan dan Kreasi Batik Shibori” | Foto: Istimewa

Dalam pertemuan tersebut, dilakukan dua kegiatan inti, pertama adalah pemaparan materi sejarah lokal Laweyan yang terdiri dari pembahasan sejarah Kerajaan Pajang, tokoh Ki Ageng Henis dan eksistensi batik Laweyan.

Kedua, tim mahasiswa KKN mengajarkan kreasi batik jumputan teknik shibori. Pembuatan batik jenis ini dipilih sebab dinilai jauh lebih praktis untuk dipraktikkan namun tidak mengurangi esensi budaya yang dihasilkan.

Akar Sejarah

Kepada anak-anak tersebut, tim mahasiswa KKN kelompok 49 FKIP UNS menjelaskan, selain Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran, dahulu di Surakarta berdiri Kerajaan Islam yang sangat masyhur, yakni Kerajaan Pajang di Kecamatan Laweyan, Surakarta.

Kerajaan ini juga turut mempengaruhi perkembangan batik Laweyan yang hingga saat ini masih tetap terjaga, yang dibuktikan dengan adanya kampung batik Laweyan.

Yumna Salsabila menjelaskan, Kerajaan Pajang merupakan penerus dari Kerajaan Demak yang telah runtuh  pada abad 16 masehi.

Kerajaan ini berada di kelurahan Pajang, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

Baca Juga :  Konsorsium Pendidikan Muhammadiyah Colomadu Kunjungi Kantin Sehat SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Solo. Ada Apa?

Sultan Hadiwijaya merupakan sultan pertama yang memimpin Kerajaan Pajang. Sumber menyebutkan bahwa  pasca Demak hancur, seluruh benda berharga dipindahkan ke Pajang.

Sultan Hadiwijaya sendiri adalah menantu dari Sultan Trenggono (Sultan ketiga Kerajaan Demak), ia memperistri Ratu Mas Cempaka dan dikarunia putra bernama Pangeran Benowo.

“Nama Pangeran Benowo ini diabadikan sebagai nama gang di Jalan Jaka Tingkir, Sukoharjo,” papar Yumna lebih lanjut.

Dijelaskan, Kecamatan Laweyan juga memiliki tokoh penting nan karismatik bernama Ki Ageng Henis. Dia merupakan putra Ki Ageng Sela, ayah dari Ki Ageng Pemanahan dan kakek dari Panembahan Senopati yang di kemudian hari menjadi pemimpin Mataram Islam.

Ki Ageng Henis merupakan penasihat spiritual Sultan Hadiwijaya. Berkat jasanya, Sultan Hadiwijaya berhasil mendirikan masjid pertama masa Kerajaan Pajang yang saat ini dikenal sebagai masjid Laweyan.

“Selain itu, Ki Ageng Henis juga sangat berjasa dalam memperkenalkan batik kepada masyarakat Laweyan yang sampai saat ini masih dapat kita nikmati eksistensinya di kawasan kampung batik Laweyan,” ujarnya.

Belajar Batik

Tidak berhenti sampai di situ, peserta juga diajarkan mengenai kreasi batik jumputan teknik shibori. Pembuatan batik jenis ini dipilih karena dinilai jauh lebih praktis untuk dipraktikkan namun tidak mengurangi esensi budaya yang dihasilkan.

Sebelum praktik membuat batik jumputan dengan teknik Shibori, mahasiswa KKN Kelompok 49 FKIP UNS memberikan penjelasan kepada anggota Forum Anak Kelurahan Panularan seputar cara pewarnaan yang akan mereka lakukan | Foto: Istimewa

Peserta terlihat antusias dan bersemangat disaat proses pembuatan batik jumputan ini. Hal itu dibuktikkan saat mereka dengan seksama memperhatikan dan membubuhkan pewarna ke masing-masing kain milik mereka.

Penggagas kegiatan ini, Yumna menyebut banyak generasi muda yang tidak mengerti akan asal-usul daerah mereka.

“Coba amati generasi muda saat ini, kebanyakan kurang memahami peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di daerah yang mereka tinggali. Mereka juga kurang mengetahui tokoh yang pernah berjasa memajukan daerahnya,” papar Yumna.

Baca Juga :  Siswa SD Muhammadiyah PK Solo Raih Medali Perunggu KSNR ke-6

Keresahan itulah, menurut Yumna, yang melatarbelakangi mahasiswa KKN kelompok 49 FKIP UNS untuk memperkenalkan sejarah lokal kecamatan Laweyan.

Sebagaimana ungkapan Jasmerah di atas, demikian Yumna, mereka berharap generasi muda tidak meninggalkan sejarah.

“Demikian pula, anak-anak di Laweyan ini perlu mengetahui dan memahami bahwa dulu di daerah mereka sempat berdiri Kerajaan Pajang yang merupakan penerus dari Kerajaan Demak,” ujarnya.

 

Selain itu untuk jauh lebih mengenal asal-usul perkembangan batik di Laweyan yang sebenarnya merupakan hasil kebudayaan masa Kerajaan Pajang, anak-anak pun dikenalkan dengan sejarah batik Jumputan dengan teknik shibori.

“Dengan belajar melakukan secara langsung seperti ini, anak-anak akan tertarik, senang dan merasa tertantang,”  ujarnya.

Sebagai informasi, KKN Kelompok 49 FKIP UNS terdiri dari 10 orang, yang masing-masing adalah Joko Tri Widianto, Yumna Salsabila Hikmah, Rokhim Adi, Alma Wijayanti, Velisa Nur`aini, Vincencia Delfi, Adela Febriana, Putri Nabila, Sonia Karina dan Nur Aulia Litasari. [Redaksi]