SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gibran Rakabuming Raka dan Almas Tsaqqibburu, seorang mahasiswa yang menjadi pemohon uji materiil undang-undang Pemilu mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden digugat ke Pengadilan Negeri Surakarta.
Gibran dan Almas digugat oleh Ariyono Lestari, seorang alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta beserta tim kuasa hukumnya yang bernama tim Giberan (Giliran Berantakan).
Tim Giberan terdiri dari Zaenal Mustofa, S.Pd, SH, MH, Nael Tiano, SH, Andhika Dian Prasetyo, SH, MH, Arifatusshaliha dan Riandianto, SH.
Menurut Ariyono, tindakan Almas telah merugikan dirinya secara khusus sebagai alumnus Universitas Surakarta (UNSA).
“Karena dalam gugatan uji materil yang dilakukan Almas di situ terjadi pengaburan atau pembohongan. Bahwa dia adalah mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (UNS). Padahal di sini tidak ada namanya Universitas Negeri Surakarta. Yang ada hanyalah UNSA dalam hal ini seolah-olah juga Almas melakukan dagelan politik dan hukum,” terangnya ditemui Senin (13/11/2023).
Sementara itu, untuk Gibran sendiri, dirinya menilai bahwa sesuai dengan hasil putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin, sebagai masyarakat dirinya merasa hal itu tidak berkeadilan.
“Di situlah kami ingin menggugat bahwa Gibran seharusnya tidak bisa maju sebagai calon wakil presiden. Karena putusan MK kemarin meskipun mengikat dan final, tapi menurut kami, masih ada hal-hal legal formal yang harus dilewati dulu sebelum langsung didaftarkan,” katanya.
Gibran Rakabuming Raka dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden dengan dasar suatu putusan yang sangat kontroversial serta jauh dari kata netral dan berkeadilan.
Gibran mencalonkan sebagai wakil presiden dengan putusan mahkamah konstitusi yang mengubah aturan dengan cepat dan diputus oleh pamannya sendiri.
Tim Giberan berpendapat bahwa Gibran telah melanggar hak warga negara secara umum. Karena telah mengobrak-abrik aturan Pemilu dengan cepat demi kepentingan pribadi.
Hal itu, menurut Giberan, menghasilkan calon presiden dan dan wakil presiden yang tidak sah secara aturan hukum dan tidak sah secara moralitas, etika politik, serta penalaran yang wajar.
Di lain pihak dari tim kuasa hukum Giberan, Andhika mengaku optimis gugatan tersebut dapat berhasil.
“Kami optimis dengan adanya gugatan ini. Karena sudah ada putusan dari MKMK yang menyatakan bahwa pak Usman itu jelas sudah disanksi berat oleh MKMM walaupun dicopot sebagai Ketua MK,” ujarnya.
Zaenal Mustofa menambahkan, bahwa pihaknya menuntut KPU untuk membatalkan pencawapresan Gibran, karena cacat hukum.
“Kita ini apa yang dilakukan tergugat (Gibran) perbuatan melawan hukum yang terpenting harapan kami dikabulkan majelis,” tandasnya.
Tim Giberan juga berkesimpulan bahwa para Tergugat selayaknya mengganti tiap-tiap warga negara sebesar Rp 1 juta dikalikan seluruh jumlah pemilih tetap Pemilihan Umum 2024 yakni sebesar 204.807.222 orang, sehingga totalnya menjadi Rp 204.807.222.000.000.
Nilai tersebut diberikan kepada lembaga terkait sebagai anggaran pendidikan kepada seluruh warga masyarakat untuk mendapatkan pencerahan mengenai ilmu kewarganegaraan yang baik.
“Langkah selanjutnya kami masih menunggu sidang pertama,” pungkasnya. Ando