JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Usulan hak angket rupanya dipandang sebagai ancaman serius bagi pasangan 02, Prabowo-Gibran, meski sampai sejauh ini relatif sudah aman.
Nyatanya, masih ada manuver-manuver untuk mengganjal dilakukannya hak angket, salah satunya dengan pelaporan Ganjar Pranowo, capres nomor urut 3 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan grativikasi.
Sekretaris Jenderal (Sekjend) PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan pengaduan terhadap Ganjar Pranowo ke KPK tak terlepas dari upaya menghambat hak angket kecurangan Pemilu 2024.
“Banyak jalan terjal yang memang diciptakan,” kata Hasto setelah menghadiri acara diskusi ‘Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi’ yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis, (7/3/2024).
Padahal, kata Hasto, hak angket itu tak perlu ditakuti ketika proses pemilu berjalan dengan baik.
“Ketika proses Pemilu berjalan dengan jujur, sebenarnya tidak perlu takut terhadap penggunaan hak DPR RI ini,” ujar Hasto.
Seperti diketahui, sebelumnya, Ganjar dilaporkan ke KPK oleh Indonesia Police Watch (IPW) pada Selasa, 5 Maret 2024. IPW melaporkan Ganjar ke KPK bersama satu orang lain, yakni Direktur Utama BPD Jateng periode 2014-2023 berinisial S ke KPK.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan adanya laporan dari IPW tersebut. Pihaknya akan segera menindaklanjuti dan melakukan verifikasi lanjutan.
PDIP Lakukan Kajian Hak Angket
Menurut dia, PDIP saat ini baru melakukan kajian-kajian dan perumusan naskah akademik untuk memprotes dugaan kecurangan Pemilu 2024 dengan berbagai opsi seperti lewat Mahkamah Konstitusi atau penggunaan hak angket di DPR.
“Itu sedang dikaji oleh tim khusus,” kata Hasto.
Sebelumnya, Hasto mengatakan saat ini mulai ada intimidasi dari kekuatan tertentu terhadap pihak-pihak yang menyerukan perlawanan untuk mengungkap kecurangan Pemilu 2024.
Menurut dia, pihak yang menyerukan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 diintimidasi memakai instrumen hukum.
“Jadi instrumen hukum dipakai, sebagai cara untuk melemahkan terhadap suara kebenaran yang muncul,” kata Hasto.
Namun Hasto menegaskan bahwa saat ini zaman digital di mana suara kebenaran sulit ditutupi, terlebih setelah muncul upaya-upaya untuk mengungkapkannya.
“Seperti tadi bagaimana melalui audit forensik Sirekap, ternyata yang dilakukan oleh para pakar ternyata menemukan algoritma-algoritma yang diterjemahkan quick count, itu pun diintersep. Nah ini kan yang sangat bahaya dalam demokrasi ke depan,” ucap Hasto.