JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Di balik penerimaan tawaran pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah, ternyata ada tokoh-tokoh Muhammadiyah yang sebenarnya melakukan penolakan dengan keras.
Salah satu sosok yang dikenal paling keras menolak konsesi tambang oleh pemerintah adalah Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas.
Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu bahkan tak hadir saat PP Muhammadiyah menggelar konferensi pers di Yogyakarta pada Minggu (28/7/2024).
Busyro bahkan mewanti-wanti dan memperingatkan koleganya jangan larut dalam euforia kisah sukses pertambangan. Ketua Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Hikmah PP Muhammadiyah itu juga meminta koleganya agar mengkaji dampak kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara.
“Saya mengingatkan agar Muhammadiyah berhati-hati ketika mengelola tambang,” kata Busyro saat ditemui Tempo di kantor PP Muhammadiyah, Senin (29/7/2024).
Kritik tersebut juga ia sampaikan dalam Konsolidasi Nasional Muhammadiyah sehari sebelumnya. Selama ini Busyro memang aktif mengkritisi tawaran konsesi tambang batu bara kepada Muhammadiyah. Sejak beberapa bulan lalu, dia bekerja mengumpulkan kajian-kajian kemudaratan pertambangan.
Dalam rapat tertutup Konsolidasi Nasional Muhammadiyah tersebut, Busyro memaparkan contoh daerah yang menghadapi kerusakan ekologis akibat masifnya pertambangan, khususnya tambang berlabel proyek strategis nasional (PSN) yang memicu konflik agraria.
Contoh yang dipaparkan Busyro adalah tambang andesit di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, dan konflik sosial yang dipicu rencana pembangunan Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Suara Busyro senada dengan sikap 11 dari 35 pemimpin wilayah Muhammadiyah yang menyampaikan kritik. Forum para ulama tersebut menjadi ajang perdebatan meski ujung-ujungnya kalah dalam pemungutan suara. Terlebih, bila merujuk pada rapat pleno 13 Juli lalu, hanya ada 3 dari 18 pemimpin pusat yang menolak tawaran konsesi tambang.
Kepada Tempo, Busyro menunjukkan percakapan dalam beberapa grup WhatsApp berisi kekecewaan para pengurus wilayah atas sikap Muhammadiyah. Beberapa pengurus di daerah bahkan menyatakan mundur dari organisasi, salah satunya adalah Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Berau, Kalimantan Timur, yang sedang berhadapan dengan lubang tambang.
Sebelum keputusan menerima tambang diumumkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, badan-badan di dalam organisasi, termasuk badan yang dipimpin oleh Busyro Muqoddas, telah membuat lima rekomendasi agar pengurus pusat berhati-hati dalam mengambil keputusan menerima izin tambang. Pasalnya, pertambangan batu bara berisiko merusak lingkungan, memicu konflik agraria, dan bahkan berpotensi melanggar hak asasi manusia.