Beranda Umum Nasional Pencatutan KTP Ditengarai untuk Ciptakan Calon Boneka di Pilkada Jakarta 2024, Mahfud...

Pencatutan KTP Ditengarai untuk Ciptakan Calon Boneka di Pilkada Jakarta 2024, Mahfud MD: Bisa Dipidanakan

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat ditemui di kawasan Plaza Timur Senayan, GBK, Jakarta, Minggu (18/8/2024) | tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM  – Kasus pencatutan KTP yang salah satunya menimpa Ketua DPC PDIP Jakarta Timur, Dwi Rio Sambodo, ditengarai sebagai upaya pihak-pihak tertentu untuk menciptakan calon “boneka” dalam Pilkada Jakarta 2024 mendatang.

Hal tersebut diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjend) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.  Diketahui, pencatutan KTP tersebut digunakan untuk mendukung pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardhana di Pilkada Jakarta 2024.

Karena itulah, Hasto menyayangkan kejadian pencatutan KTP tersebut. Hasto menegaskan, kader PDIP tidak mungkin mendukung calon independen pada Pilkada 2024. Apalagi, sampai saat ini Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri belum mengungkap sosok yang bakal didukung di Pilkada Jakarta mendatang.

“Ada Ketua DPC PDIP Jakarta Timur, KTP-nya juga dicatut. Padahal sebagai anggota partai tidak mungkin untuk memberikan dukungan kepada calon perseorangan karena semua anggota partai menunggu keputusan Ibu Megawati Soekarnoputri,” ucap Hasto, Minggu (18/8/2024).

Keputusan itu, menurut Hasto,  akan diambil setelah melihat berbagai dinamika politik yang berkembang saat ini, yang menunjukkan arah demokrasi yang tidak sehat, praktik-praktik demokrasi yang membelenggu kedaulatan rakyat.

“Yang melapor rakyat sekarang. Jadi kita melihat dari internal PDIP yang namanya dicatut demi kepentingan penciptaan calon boneka,” tandasnya.

Mahfud MD: Itu Bisa Dipidanakan

Baca Juga :  Kemenaker Tengah Mengkaji Kewajiban Sritex Terhadap Karyawannya, Jika Sampai Terjadi PHK

Sementara itu, eks Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pencatutan KTP tersebut merupakan tindakan pidana. Setidaknya, ujar Mahfud, ada tiga Undang-undang yang telah dilanggar dalam perbuatan tersebut.

“Kalau mau jujur dan objektif, itu harus dibatalkan dan dipidanakan. Karena sekurang-kurangnya ada tiga Undang-undang serius yang dilanggar,” ujar Mahfud,  Minggu (18/8/2024).

“Satu, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi Pasal 67 Ayat 1, 2, dan 3 melarang orang membuka data pribadi seseorang dengan cara melawan hukum.”

Kemudian, lanjut Mahfud, melarang memberitahu dan menyebarkan kepada seseorang. Dan yang ketiga adalah melarang menggunakan untuk kepentingan sesuatu.

Mahfud menyebut, pihak kepolisian seharusnya segera bertindak tanpa menunggu adanya laporan dalam dugaan ini.

Pasalnya, menurut Mahfud, tindakan pencatutan data KTP merupakan suatu kejahatan.

“Ini tiga ayat terpenuhi semua dari pencatutan nama. Oleh sebab itu, menurut hukum ancaman yang sudah di atas 5 tahun kan kejahatan, bukan pelanggaran,” jelasnya.

“Polisi harus bertindak, enggak usah nunggu laporan.”

Selain itu, ada UU ITE yang turut dilanggar dalam aksi pencatutan KTP.

Mahfud menjelaskan, hukuman yang menjerat pencatut KTP tidak main-main.

“Selain itu, ada Undang-undang ITE yang dilanggar. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024, itu ancamannya berat mengambil data orang lain dan menyebarkannya tanpa izin,” ujar Mahfud.

Baca Juga :  Usai Tangkap Terduga Pelaku Penambangan Ilegal di Solok, Kasatreskrim  Ditembak oleh Rekan Kerjanya Sendiri Hingga Tewas

“Hukum pidana biasa juga bisa, KUHP yang sekarang berlaku.”

Sebelumnya, sejumlah warga DKI Jakarta mengeluhkan dugaan pencatutan identitas sepihak sebagai syarat dukungan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Dharma Pongrekun-Kun Wardana lewat jalur perseorangan.

Dugaan pencatutan NIK KTP secara sepihak itu viral di media sosial X (Twitter). Mereka protes karena tiba-tiba mereka dinyatakan mendukung pasangan calon kepala daerah perseorangan.

Bahkan, Mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus mantan calon presiden 2024, Anies Baswedan, melalui akun X-nya, mengakui NIK anak dan kerabatnya telah dicatut.

www.tribunnews.com