Beranda Nasional Jogja Ketika Gelar Akademik Sekadar Dijadikan Modal Sosial, Bukan Intelegensia…

Ketika Gelar Akademik Sekadar Dijadikan Modal Sosial, Bukan Intelegensia…

Ilutrasi perburuan gelar akademik | tribunnews

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM  –  Belakangan, jagat maya dan jagat nyata sedang dihebohkan dengan maraknya orang mendapatkan gelar pendidikan sekelas Doktor (S3), termasuk gelar yang diperoleh sebagai “hadiah”, seperti yang terjadi pada selebritas, Raffi Ahmad.

Di Indonesia, memang ada sejumlah pejabat atau tokoh terkenal yang mendapatkan gelar tinggi, tapi mereka disinyalir tidak menempuh studi yang layak. Bahkan,  belakangan, gelar doktor yang diperoleh oleh Bahlil Lahadalia dari Universitas Indonesia (UI) pun mengundan keraguan dari netizen dan masyarakat.

Sejatinya, ketergantungan pada status pendidikan tanpa dasar pemahaman yang kuat seperti itu, tidak hanya merusak nilai pendidikan itu sendiri, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendalam tentang motivasi dan integritas dalam mengejar karier.

Mengapa orang terobsesi dengan gelar akademik tinggi tanpa mau susah payah studi?

Sosiolog Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Dr. Mukhijab, M.A, menjelaskan, orang terobsesi dengan gelar akademik tinggi menunjukkan bahwa gelar itu tidak berkaitan langsung dengan kualitas intelektualitas dari orang tersebut.

“Bagi politisi, artis dan sejenisnya, gelar akademik itu sekadar sebagai status sosial dan modal sosial saja,” kata Mukhijab kepada Tribunjogja.com , Jumat (18/10/2024).

Baca Juga :  Kakek 72 Tahun Tewas di Kamar Kos di Joga, Terungkap dari Bau Menyengat dan Lalat Hijau

Dia menyebut, gelar akademik yang berusaha diraih artis, politisi maupun pejabat itu hanya simbol agar mereka dipandang sebagai tokoh berpendidikan tinggi.

“Yang seolah-olah, mereka seperti punya kualifikasi intelektual dan keahlian tertentu. Padahal, faktanya, gelar akademik itu diperoleh tidak melalui jenjang pendidikan memadai atau proses pendidikannya hanya sebatas formalitas,” beber dia.

Gelar akademik seperti itu, kata dia, diperoleh untuk jadi simbol status sosial yang naif.

“Penyandang gelar akademik yang naif akan menjadikan gelarnya untuk modal sosial dalam mencapai jabatan dan kepentingan non-akademik launnya,” ungkapnya.

Mereka bisa menjabat apapun, selama mereka punya gelar akademik yang dinilai menterang.

“Situasi ini jadi ironi dunia pendidikan di Indonesia. Gelar akademik bukan sebagai peningkatan kualitas sumber daya manusia, melainkan pendorong posisi tawar di jabatan politik,” jelas Mukhijab.

Ia tidak memungkiri, bagi kalangan ilmuwan, untuk meraih gelar akademik harus melewati proses berliku, tak jarang berdarah-darah.

“Sebaliknya, kalau politisi, artis dan lainnya, gelar akademik bisa didapat secara instan dengan membeli maupun menginvestasikan dengan imbalan lain setelah dia dihadiahi gelar akademik,” paparnya.

Disinggung apakah menghamba pada gelar ini juga berkaitan dengan tingkat kemiskinan dalam negeri, Mukhijab mengatakan itu tidak berkaitan.

Baca Juga :  Bus Wisata Tertimpa Pohon Tumbang di Jalan Kukup-Krakal, Kernet Luka-luka

Menurutnya, peraihan gelar akademik ilegal berkaitan dengan problem moralitas para borjuis, kapitalis, politis maupun artis.

“Mereka menganggap pendidikan itu bisa selesai dengan singkat dan gelar bisa didapat dengan mempertaruhkan status sosial mereka dan membayar. Ya itu, mereka dapat gelar bukan untuk peningkatan kualitas SDM tapi kapitalisasi jabatan politik, tidak terkait dengan peningkatan mutu pendidikan nasional,” tukas Mukhijab.  

www.tribunnews.com