SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM — Sekalipun men, dmiliki peran penting dalam mengisi kekosongan tenaga pendidik di sekolah-sekolah, namun ternyata nasib para guru honorer di Kabupaten Sleman masih sangat memprihatinkan.
Bagaimana tidak, karena honor yang diterima para guru honorer di Sleman itu masih jauh dari layak.
Dan, dengan honor rendah itu, para guru honorer harus menghadapi tantangan ekonomi yang besar, terutama karena pekerjaan yang mereka emban tak kalah berat dibandingkan guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Nia, seorang guru honorer di salah satu sekolah negeri di Sleman, mengungkapkan bahwa dirinya hanya menerima honor sekitar Rp 1,2 juta per bulan. Jumlah ini sangat pas-pasan, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi.
“Untuk layak dan tidak layak sebenarnya tergantung kebutuhan. Tapi, menurut saya itu masih pas-pasan. Habis untuk keseharian saja dan untuk diri sendiri. Belum bisa menabung, belum bisa membayangkan kalau sudah ada keluarga,” ujar Nia pada Selasa (5/11/2024).
Honor yang diterima Nia dihitung berdasarkan jam mengajar. Saat ini, ia mengajar 18 jam per minggu, tanpa kuasa untuk menambah jam pelajaran karena kebijakan sekolah yang memprioritaskan jam mengajar guru PNS demi sertifikasi. Jika dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Sleman 2024 yang mencapai Rp 2,3 juta, honor bulanan Nia masih jauh dari kata layak.
Nia berharap pemerintah memberikan perhatian dan kebijakan khusus yang lebih memihak kepada guru honorer. “Harapan saya adalah semoga ke depannya ada kebijakan tertentu untuk honorer, diberi rambu-rambu yang jelas dari pemerintah terkait. Karena memang di lapangan, ternyata banyak sekolah yang kekurangan guru, sehingga merekrut honorer,” kata Nia.
Kesejahteraan Tenaga Bantu Lebih Terjamin
Di sisi lain, nasib tenaga bantu (naban) guru di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinilai lebih baik dibandingkan guru honorer kabupaten/kota. Nur Rois, tenaga bantu guru yang dikelola Pemda DIY, mengatakan bahwa kesejahteraan tenaga bantu guru di bawah pemerintah provinsi mengalami kemajuan yang cukup baik. Proses pengangkatan tenaga bantu menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) berjalan secara bertahap dan terencana.
“Dulu ada sekitar 2.300 guru yang belum diangkat pada 2018-2019, sekarang tinggal sekitar 130-an guru,” kata Rois. Menurutnya, setiap tahun ada pengangkatan bertahap, dan minimnya kepentingan politik di DIY memudahkan proses pengangkatan tenaga bantu ini.
Pemda DIY memiliki program terencana yang mendukung kesejahteraan guru di sekolah negeri, meski terbatas pada sekolah-sekolah negeri sesuai aturan perundang-undangan. Rois menilai, insentif yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan hidup di DIY.
“Walaupun pas-pasan, tapi sesuai standar UMR. Saya kira masih dianggap layak,” ujar Ketua Asosiasi Guru Honorer Sekolah Negeri untuk Mapel Bahasa Daerah se-Indonesia itu.
Rois menambahkan, tantangan masih besar bagi guru honorer di tingkat kabupaten/kota yang mengandalkan dana dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan jangkauan terbatas dibandingkan pemerintah provinsi.
“Yang masih cukup memprihatinkan adalah guru honorer di kabupaten/kota. Karena jangkauan dan kekuatan PAD tidak sama dengan Pemerintah Provinsi DIY,” katanya.
Kesejahteraan guru honorer, terutama di kabupaten/kota seperti Sleman, membutuhkan perhatian lebih agar para guru yang berjasa dalam dunia pendidikan ini bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak.