JAKARTA-Pejabat publik dan politisi di tanah air ternyata belum banyak yang menggunakan media sosial khususnya twitter untuk mendukung interaksi mereka dengan masyarakat.
Hal itu terungkap dari riset yang dilakukan Komunitas Tagih Janji. “Untuk urusan politik dan kebijakan publik, di Indonesia peluang menggunakan twitter ini belum banyak. Dinilai belum termanfaatkan dengan baik,” ungkap Sigit A Nugroho, Founder Komunitas Tagih Janji, kepada Joglosemarnews.
Dikatakannya, tidak begitu banyak pejabat maupun politisi di Indonesia yang berani membuka diri dan aktif dalam belantara percakapan Twitter tanpa batas. “Alih-alih bisa memangkas rumitnya alur birokrasi yang kompleks, sebagian besar akun resmi pejabat malah tetap tampil dengan memberi jarak kepada pengguna lainnya dengan aktivitas monolog dan minus interaksi,” tambah Sobih Adnan, selaku Ketua Komunitas TagihJanji di Jakarta.
Dari pembulatan jumlah 1.000 akun Twitter pejabat tinggi negara dan kepala daerah di Indonesia, cuma 127 akun saja yang mampu tertangkap dalam radar dan metode studi ini. Itu pun, tidak semuanya memiliki kemampuan interaksi yang baik.
Rendahnya gelombang interaksi akun Twitter pejabat publik di Indonesia menjadi masalah. “Nyaris kami ambil kesimpulan, kemajuan teknologi tak memberi sumbangsih apa-apa dalam ikhtiar membangun kebijakan yang demokratis di Indonesia,” timpal Sigit A Nugroho.
Seperti diketahui, ada 328 juta pengguna aktif Twitter di dunia. Sebanyak 14% di antaranya terdiri dari pengguna Indonesia sehingga masuk dalam urutan lima besar negara dengan pengguna terbanyak. Begitu pun frekuensi dari aktivitas yang dihasilkan. Pada 2016, Twitter melaporkan ada 4,1 miliar cuitan yang diluncurkan pengguna Indonesia.
Untuk sementara ini, Twitter dianggap sebagai platform media sosial dengan frekuensi paling menonjol sehingga turut mempengaruhi tren dan opini di dunia. Keunggulan Twitter mampu menghadirkan tradisi komunikasi baru, di antaranya, Twitter mampu membiaskan sekat-sekat yang biasa terbentuk dalam seri komunikasi nyata.(Wardoyo)