SEMARANG – Dua pelajar SMK yang menjadi terdakwa pembunuhan sadis sopir taksi online akhirnya dijatuhi hukuman maksimal oleh hakim.
Sidang vonis dua terdakwa pembunuh Deny Setiawan itu dibuka untul umum dan dihadiri ratusan, Selasa (27/2/2018).
Puluhan anggota dari Polrestabes Semarang dan Brimob Polda Jateng disiagakan untuk mengamankan jalannya sidang.
Kedua terdakwa yakni IB dan DI divonis berbeda oleh hakim tunggal Sigit Widodo. Terdakwa IB divonis 10 tahun penjara, sedangkan terdakwa DI divonis sembilan tahun penjara.
Keduanya mendengarkan putusan hakim secara terpisah.
Putusan tersebut sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang.
Hal yang dianggap memberatkan untuk terdakwa IB yakni perbuatannya dianggap sadis dan kejam, meresahkan masyarakat, saat memberikan keterangan berbelit-belit dan belum ada permohonan maaf dari terdakwa maupun keluarganya kepada keluarga korban.
“Hal meringankan tidak ada,” kata hakim.
Sedangkan hal memberatkan untuk terdakwa DI perbuatannya sadis dan kejam serta meresahkan masyarakat serta belum adanya permohonan maaf dari terdakwa ke keluarga korban.
“Hal meringankan yakni terdakwa mengakui perbuatannya, kooperatif, dan keluarga terdakwa DI bersedia memberikan bantuan bulanan sebesar Rp 1 juta setiap bulan kepada keluarga korban,” jelasnya.
Atas putusan ini, masing-masing kuasa hukum kedua terdakwa menyatakan masih pikir-pikir.
Hal sama juga disampaikan tim dari Kejari Semarang yang menangani perkara itu. Mereka menyatakan pikir-pikir terhadap putusan hakim tersebut.
Sementara itu, Istri korban Deny Setiawan, Nur Aini, menitikkan air mata mendengar putusan hakim. Nur Aini duduk sembari menggendong buah hatinya yang masih berumur tiga bulan.
Setelah sidang, kepada awak media Nur Aini mengaku kecewa atas putusan hakim itu. Meski kecewa, namun Aini mengatakan akan berusaha tabah dan menerima putusan itu.
“Sebenarnya kecewa mas, tapi karena ini hukumannya sudah maksimal saya cuma bisa menerima. Saya berusaha ikhlas,” kata Aini berurai air mata.
Aini berharap kejadian serupa tak terjadi lagi.
Sedangkan kuasa hukum terdakwa IB, Windy Arya Dewi, mengatakan, putusan hakim ini telah mengesampingkan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), karena tidak adanya hal-hal yang meringankan terdakwa.
“Perkara anak wajib dilaksanakan dengan pendekatan restorative justice atau keadilan yang memulihkan. Bukan dendam atau penjeraan,” kata Windy.
Menurut Windy, hukuman penjara merupakan pilihan paling akhir apabila tidak ada cara lain yang lebih baik. “Apapun yang dilakukan anak, mereka adalah anak anak. Bukan kriminal, bukan penjahat. Berdasarkan pasal 2 UU SPPA, kepentingan terbaik anak, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya akhir. Ini juga diatur dalam konvensi Hak Anak pasal 37 (b),” bebernya.
Kuasa hukum lainnya, Jogi Panggabean, menyatakan pihaknya masih akan berkonsultasi dengan keluarga terdakwa IB terkait upaya hukum banding. Tribunnews