KARANGANYAR– Seorang guru PNS di sebuah madrasah ibtidaiyah (MI) di wilayah Karanganyar, berinisial AS (47) yang terjerat kasus pencabulan terhadap siswi-siswinya, diganjar hukuman tujuh tahun penjara. Guru asal Karangrejo, Karanganyar tersebut
divonis terbukti bersalah melakukan tindakan pencabulan terhadap empat orang siswinya yang duduk di bangku kelas 2.
Putusan itu mengemuka dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar, Kamis (8/3/2018).
Dalam sidang yang dipimpin Nyoman, majelis menjatuhkan vonis 7 tahun penjara terhadap AS atau lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan, perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 82 ayat 2 ayat 4 UU 35 tahun 2014 jo Perpu No No 16 Tahun 2016 tentang perlindungan anak.
Terhadap putusan majelis hakim tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karanganyar, Suhartoyo, yang didampingi Kasi Pidum, Tony Wibisono, menyatakan, masih pikir-pikir. Menurutnya, tim JPU masih mememiliki waktu selama satu minggu, apakah menerima putusan majeis hakim, atau mengajukan banding.
“ Atas vonis majelis hakim terhadap terdakwa AS ini, kami masih pikir-pikir. Minggu depan sudah ada kepastian, apakah kami akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Terkait vonis majelis hakim yang menjatuhkan vonis lebih rendah dari tuntutan yang kami ajukan, itu sepenuhnya kewenangan majelis hakim,” ujarnya ketika dihubungi melalui telepon selularnya, Jumat (09/03/2018)
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa, Kadi Sukarna, menegaskan, akan mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 7 tahun terhadap kliennya, AS. Menurut Kadi, putusan tersebut sangat aneh.
Pasalnya, menurut Kadi, jaksa menerapkan pasal yang sudah kadaluwarsa dengan menggunakan UU lama yakni UU No 35 tahun 2014. Sementara UU yang baru telah terbit, yakni UU No 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak.
“ Dengan sendirinya, baik surat dakwaan, maupun surat tuntutan jaksa penuntut umum adalah cacat demi hukum dan harus dibatalkan. Majelis hakim sebenarnya haraus berani menyatakan bebas klien saya ini. Untuk itu, kami tetap mengajukan banding,” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, perbuatan asusila dan pelecehan seksual tersebut, dilakukan AS di ruang kelas III salah satu sekolah dasar (SD) di Kabupaten Karanganyar (10/8/2017) lalu. Modus yang digunakan AS, dengan memanggil satu persatu korban ke meja guru.
Kemudian para korban dipangku. Pada saat dipangu itulah, lanjut Kapolres, AS melakukan pelecehan terhadap korban dengan cara meraba kelamin korban.
Usai melakukan pelecehan, AS memberikan uang sebesar Rp 2000 serta mengancam agar korban tidak melapor kepada siapapun. Namun para orang tua yang tidak menerima perlakuan AS, langsung melaporkan ke Polres Karanganyar. Wardoyo