SUKOHARJO – Ada yang unik dengan Desa Salakan di Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Keunikan tersebut adalah hampir semua penduduk di sana mahir berkesenian Jawa. Mulai dari karawitan, dalang, wayang orang maupun seni tari.
Menyebut Desa Salakan, kita mungkin diingatkan dengan sosok seniman yang namanya sudah tak asing lagi, seperti Sruti Respati dan Endah Laras. Keberadaan sosok-sosok seniman tersebut yang membawa atmosfir berkesenian tetap bergaung di Desa Salakan.
“Semua warga di Desa Salakan hampir semuanya bisa berkesenian,” ujar Tulus Rahardjo, karyawan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta saat bincang-bincang dengan Joglosemarnews beberapa waktu lalu.
Saat itu, Tulus tengah menjadi pendamping dalang bocah yang sedang tampil dalam acara peringatan 64 Tahun (Tumbuk Ageng) Yayasan Marsudirini di SD Marsudirini, Surakarta beberapa waktu lalu.
Kepada Joglosemarnews, Tulus Raharjo yang juga alumnus dari SMKI Solo itu mengaku lahir, dibesarkan dan tinggal di tengah keluarga seniman. Ayah Tulus adalah (Alm) Sri Djoko Raharjo, seorang dalang yang juga pernah menjadi dosen di ISI Surakarta.
“Tapi Bapak jadi dosen nggak lama, karena waktu ada program pertukaran dosen, beliau mengambil kontrak melatih seni pedalangan di Amerika Serikat (AS),” kisah Tulus.
Pulang dari AS, demikian kisah Tulus, Sri Djoko Rahardjo tidak kembali menjadi dosen, melainkan mendirikan sanggar di desanya Salakan sebagai tempat menggladi warga mengenai olah seni Jawa. Sanggar kesenian tinggalan dari Sri Djoko Rahardjo tersebut sampai sekarang masih dipupuk dan berkembang.
“Kami warga desa sering latihan bersama secara berkala,” ujar Tulus.
Tulus mengaku senang bisa menularkan dan melestarikan kesenian Jawa kepada warga se- desanya termasuk pada anak-anak sekolah. Di Desanya, ada 4 orang warga yang mengikuti bimbingan privat karawitan. Ia juga gembira karena di antara warga se-desanya, ada generasi anak-anak yang sudah menunjukkan ketertarikan di dunia pedalangan. Salah satunya adalah dalang bocah, Satria Qolbun Salim, siswa kelas 6 SD Negeri Laweyan 54 Solo.
“Di Desa Salakan, banyak sekali tetangga yang mampu berkesenian,” ujarnya.
Tulus mengaku masih saudara dengan Sruti Respati dan Endah Laras, namun beda ibu. Bedanya, ujar Tulus, Endah Laras dari istri pertama, dan Tulus dari istri ketiga. Darah seni dari Sri Djoko Rahardjo pun mengalir kepada anak-anaknya meski beda ibu.
“Bapak dulu kan punya tiga orang istri. Kalau dengan Mbak Endah Laras dan Sruti, mereka adalah kakak, tapi dari ibu yang berbeda,” beber Tulus.
Meski Sri Djoko Rahardjo sudah meninggal, namun darah seni itu tidak pernah berhenti mengalir. Tulus Rahardjo, Endah Laras, Sruti Respati dan warga Desa Salakan yang baut berkesenian itulah saksi dan generasi penerusnya. Suhamdani