SRAGEN– Kisruh dualisme pembinaan generasi untuk mencetak pemain sepakbola di Sragen kelompok usia dini terus berlanjut. Pihak sekolah sepak bola (SSB) Indonesia Muda (IM) Sukowati membantah tudingan dianggap membentuk SSB IM Tandingan.
”Sebenarnya tidak ada dualisme, Ini berdiri karena ketidakpercayaan pada oknum pengurus SSB yang sudah ada sebelumnya. Nama, logo dan kepengurusan sudah berbeda,” kata Ketua I’M Sukowati, Arief Wijanarko, kepada wartawan Jumat (23/3/2018).
Dia menyampaikan, SSB dengan nama I’M Sukowati muncul lantaran kekecewaan para orang tua siswa dengan oknum dalam SSB IM. SSB I’M Sukowati ini berdiri bukan bertujuan untuk provit. Saat ini SSB tersebut masih dalam proses mengurus badan hukum.
Arief menyatakan, sempat tersiar kabar ada dualisme kepengurusan. Namun hal ini dibantahnya lantaran bila dilihat dari nama maupun logo sudah jauh berbeda.
Beberapa permasalahan seperti peran pelatih yang dikesampingkan. Selain itu adanya kekecewaan transparansi anggaran.
Dia menyebutkan hadiah dari pertandingan masuk ke Kas SSB, padahal sebagian pembiayaan anak dipenuhi wali murid.
Meski baru berdiri pada 11 Maret 2018 lalu, namun sekarang sudah ada sekitar seratus siswa dan mewakili setiap kelompok umur. Pihaknya menyampaikan sudah mengurus ijin penggunaan lapangan Stadion Taruna di Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim).
Sebelumnya, pada Kamis (22/3/2018) memang sempat terjadi ketengangan terkait SSB tersebut sampai melibatkan pengamanan dari Polres Sragen di Stadion Taruna.
Konflik ini akibat pemakaian nama IM meski ditambahi apostrof atau koma diatas. Munculnya IM Sukowati meski memakai apostrof pada nama IM, memantik reaksi dari jajaran pengurus SSB IM Sragen, tak terkecuali pendiri sekaligus Ketua SSB IM Sragen, Hartono.
Ia menilai kehadiran IM tandingan itu memang mengusik eksistensi SSB IM Sragen karena menggunakan logo IM yang selama ini sudah memiliki legalitas dan didaftarkan ke Kemenkumham.
Tak hanya itu, menurutnya, kehadiran SSB IM tandingan itu juga dinilai telah menarik sebagian siswa SSB IM Sragen melalui orangtua. Sehingga imbasnya, murid SSB IM Sragen yang sebelumnya mencapai 200an kini tinggal 100an.
“Tapi enggak apa-apa. Mungkin mereka (wali murid) belum tahu yang sebenarnya dan hanya dengar omongan saja. Yang jelas, SSB IM Sragen inilah yang sah dan legalitasnya sudah terdaftar sampai di Kemenkumham, ” tukasnya.
Ia memastikan kehadiran rival itu tak akan mengendurkan semangat dan kekompakan pengurus maupun wali murid yang ada. Latihan siswa juga terus berjalan.
Perihal insiden pengusiran siswa saat latihan, pihaknya memilih mengalah saja. Termasuk soal pengurangan jadwal latihan yang tinggal dua kali oleh Disperkim, pihaknya juga tak masalah.
“Enggak apa-apa. Kemarin kami bisa latihan tiga kali di Stadion Taruna, sekarang kesepakatan saat dipanggil Disperkim, dikurangi jadi dua kali hari Selasa dan Kamis, kita manut saja,” urainya.
Namun, pihaknya berharap pemakaian nama IM harus sesuai ketentuan AD-ART organisasi. Sebab nama IM dan logo IM Sragen sudah memiliki legalitas dan dasar hukum yang resmi.
”Saya berharap mereka bersatu kembali, dalam wadah SSB IM Sragen yang sah, agar pembinaan pemain pemain muda ini bisa lebih berprestasi, tanpa ada kekisruhan antar orang tua pemain,” ujar Hartono. Wardoyo