Pemerintah Indonesia mengancam akan menghentikan tunjangan jabatan bagi para guru besar yang tidak mempublikasikan riset mereka di jurnal internasional demi untuk mendorong transformasi keilmuan dan inovasi.
Namun sejumlah guru besar menilai, pendekatan itu tidak adil tanpa pemerintah lebih dahulu membenahi banyak kendala yang membelit sektor penelitian ilmiah di tanah air.
Hasil evaluasi yang dilakukan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengungkapkan, dari 5.366 orang professor di Indonesia, sampai akhir 2017 lalu baru 1.551 guru besar atau professor yang memenuhi kewajibannya menulis jurnal internasional. Sementara sebanyak 3.800 belum menunaikan kewajibannya itu.
Padahal sejak 2017 lalu, berdasarkan Permenristek Dikti Nomor 20 Tahun 2017 Kemenristekdikti telah meningkatkan Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor hingga 3 kali lipat dari gaji pokok sebagai salah satu insentif mendorong produktivitas dosen dalam menulis serta menghasilkan publikasi internasional.
Menyikapi fenomena itu, Kemenristekdikti melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti, Ali Ghufron Mukti, pekan lalu menyatakan pemerintah akan menerapkan mekanisme sanksi berupa pencabutan tunjangan itu bagi guru besar yang tidak memenuhi kewajibannya mempublikasikan riset ilmiah di jurnal internasional.
“Guru besar memiliki kewajiban untuk mentransformasi ilmu dan teknologi yang mereka kuasai dan menyebarluaskannya melalui jurnal internasional dan itu artinya mereka harus melakukan penelitian. Tanpa penelitian tidak akan muncul inovasi, tidak aka nada pembaharuan dan Ilmu yang mereka kuasai tidak akan berkembang,” tegas Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek DIkti, Ali Ghufron Mukti.
“Kita tidak ingin para guru besar kita yang sudah mencapai prestasi akademik tertinggi itu terhenti prestasi dan keilmuannya. Jadi perlu terus ada inofasi dan temuan baru yang dapat mengangkat derajat masyarakat dan industri yang saat ini sangat diperlukan,” tambah Ali Gufron Mukti.
Mekanisme sanksi ini baru akan diberlakukan pada akhir 2019 mendatang. Para guru besar yang belum memenuhi kewajibannya hanya diberi waktu 1,5 tahun untuk mematuhi persyaratan ini, sambil pemerintah juga melakukan penyempurnaan seputar aturan ini.
Tidak didukung afirmasi pendanaan
Ketentuan itu ditanggapi beragam oleh guru besar di Indonesia. Prof. Dr. Ir. Dietriech Geoffrey Bengen, DEA, peraih gelar Guru Besar Ilmu Ekologi Pesisir dan Laut Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2003 ini menilai pemberlakuan mekanisme sanksi ini tidak adil dan tidak memotivasi riset ilmiah terutama dikalangan guru besar. Ia menyoroti penerapan kebijakan ini yang tidak disertai keberpihakan bagi guru besar. Tribunnews