SRAGEN– Pernyataan dari kalangan DPRD Sragen terkait Peraturan Daerah (Perda) No 8/2017 dan Peraturan Bupati (Perbup) SOTK Perangkat Desa, yang dinilai meresahkan serta melanggar Permendagri, mendapat tanggapan kontra dari perangkat desa. Kalangan perangkat desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa (Pradja) Sragen dengan tegas menolak anggapan tersebut.
Pernyataan itu dilontarkan pimpinan Pradja berikut puluhan perwakilan masing-masing kecamatan Rabu (7/3/2018). Ketua Pradja Sragen, Sumanto menegaskan bahwa baik Perda maupun Perbup sudah benar serta tak melanggar peraturan di atasnya.
Pradja memandang dua produk hukum terkait Perangkat Desa di Sragen itu juga sudah sesuai dengan Permendagri. Menurutnya jika ada pihak yang menilai Perbup memaksakan desa harus melakukan mutasi dalam penataan perangkat desa, hal itu adalah persepsi yang tidak benar.
“Intinya kami melihat enggak ada yang salah. Perda dan Perbup sudah benar sesuai Permendagri. Lalu mutasi dan penjaringan itu bukan pilihan tapi dua tahapan itu semuanya harus dilakukan oleh desa, ” paparnya.
Sumanto menguraikan tahapan mutasi dilakukan untuk memberikan kesempatan bagi perangkat desa seperti Kaur, Kadus (bayan) dan lainnya untuk bisa menduduki jabatan Carik atau Sekdes yang notabene lebih tinggi. Hal itu justru dinilai bagus untuk mengakomodir dan menghadirkan asas keadilan terhadap pengabdian perangkat desa.
“Bagaimanapun Carik itu kan sudah semestinya memang harus punya pengamalan jadi perangkat desa dulu. Kalau ada anggapan mutasi mematikan hak warga, itu juga salah. Karena hak masyarakat untuk jadi perangkat masih terbuka. Setelah mutasi selesai, baru nanti dibuka penjaringan dan penyaringan yang di situ masyarakat luar bisa mendaftar, ” terangnya.
Ia juga meluruskan bahwa tahapan mutasi dan penjaringan penyaringan adalah dua tahapan yang terkait, tak bisa dipisahkan dan bukan untuk pilihan. Menurutnya mutasi adalah kewajiban desa. Akan tetapi desa boleh tidak melakukan mutasi ketika semua perangkatnya tidak ada yang mau dimutasi atau mengisi jabatan Carik karena merasa tak mampu.
“Sejauh ini juga enggak ada perangkat desa yang resah. Warga juga nggak ada yang resah, karena nanti yang ingin daftar perangkat diwadahi di tahapan penjaringan penyaringan, ” urainya diamini perangkat desa yang hadir.
Sumanto menambahkan klarifikasi itu dirasa perlu untuk menepis anggapan atau pemahaman yang salah terhadap Perbup atau Perda.
“Kalau ada keresahan atau gejolak Kades untuk nemutasi padahal mungkin saat Pilkades tak didukung perangkatnya, kami rasa mestinya rasa itu nggak perlu ada. Ketika sudah terpilih jadi Kades ya harus menjadi milik warga desa dan merangkul semua perangkatnya, ” pungkasnya.
Pernyataan itu disampaikan menyusul statemen dari Ketua Fraksi PKB DPRD Sragen, Faturrohman yang beberapa hari lalu mendesak Pemkab dan bupati untuk mengkaji ulang Perbup. Sebab selain menelikung Pansus DPRD dengan diam-diam memasukkan klausul Carik dalam penataan Perdes, Perbup juga dinilai menabrak Permendagri. Menurutnya di Permendagri mengamanatkan bahwa pengisian perangkat desa “dapat” dilakukan dengan mutasi atau penjaringan. Akan tetapi di Perbup dibuat seakan-akan menggiring opini dan memaksakan semua desa harus melakukan mutasi. Wardoyo