JAKARTA – Permohonan yang diajukan Setya Novanto(Setnov) ditolak oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Terdakwa belum memenuhi kualifikasi sebagai justice collaborator (JC) sehingga penuntut umum belum dapat menerima permohonan terdakwa,” ujar jaksa penuntut umum, Abdul Basir, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis(29/3/2018).
Namun, apabila pada kemudian hari Setnov dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, kata Basir, jaksa penuntut umum akan mempertimbangkannya kembali.
Dalam persidangan, Basir menjelaskan, syarat yang mesti dipenuhi untuk menjadi justice collaborator antara lain memberikan keterangan signifikan mengenai kejahatan yang diperbuat dan mengungkap pelaku lain yang lebih besar. “Serta mengembalikan seluruh hasil kejahatannya,” katanya.
Kendati belum ditetapkan sebagai justice collaborator, Basir mengatakan jaksa penuntut umum tetap menggunakan pertimbangan komprehensif, termasuk hal-hal yang meringankan Setnov, dalam menentukan berat-ringannya tuntutan untuk bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Setya sebelumnya mengajukan justice collaborator atau saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus pada 10 Januari 2018. Firman Wijaya, kuasa hukum Setya, mengatakan kliennya akan terus mengajukan diri sebagai justice collaborator.
“Dalam undang-undang, tidak ada batasan seseorang memberikan keterangan sebagai JC. Beliau bisa beberapa kali mengajukan,” ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis.
Dalam sidang pembacaan tuntutan, Setnov dituntut 16 tahun penjara dan ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Dalam kasus ini, Setya dinilai menguntungkan diri sendiri senilai US$ 7,3 juta dan menerima jam tangan Richard Mille senilai US$ 135 ribu dolar dari proyek e-KTP. Setya pun dituntut berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain itu, jaksa KPK meminta Setya wajib membayar uang pengganti sesuai dengan uang yang ia terima US$ 7,435 juta dikurangi Rp 5 miliar, seperti yang sudah dikembalikan Setya. Uang pengganti itu harus dibayarkan kepada KPK selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jaksa KPK juga meminta pencabutan hak politik Setya Novanto pada masa waktu tertentu. “Mencabut hak terdakwa dalam menduduki jabatan publik selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pemidanaan,” ujar jaksa Basir.