SRAGEN- Kasus gugatan 13 wanita pemandu karaoke di Gunung Kemukus yang ditangkap razia Satpol PP Pemkab Sragen beberapa waktu lalu, naik ke meja sidang. Sidang sudah digelar sejak Jumat (13/4/2018) hingga Selasa (17/4/2018) di Pengadilan Negeri (PN) Sragen.
Data yang dihimpun JOGLOSEMARNEWS.COM , sidang perdana digelar dengan agenda pembacaan berkas gugatan dari 13 PR sebagai pemohon gugatan terhadap Kepala Satpol PP Sragen selaku termohon I dan Kepala Panti Pelayanan Sosial Wanodyatama Jateng di Solo selaku termohon II.
Dalam berkas gugatan, ke-13 pemohon mempersoalkan prosedur razia, penangkapan hingga pengiriman mereka ke Panti Wanodyatama yang dianggap tidak prosedural. Mereka juga menganggap penahanan di Panti Wanodyatama ilegal lantaran tidak pernah melalui sidang Tipiring maupun putusan pengadilan.
Sementara dalam sidang kedua dengan agenda pembacaan tanggapan termohon gugatan I dan II, pihak Satpol PP Pemkab Sragen dan Panti Wanodyatama Solo, bersikukuh razia yang dipimpin Wabup Sragen di Kemukus 21 Februari silam dan mengamankan 13 perempuan itu, sudah sesuai Perda No 13/1996 tentang Penanggulangan Tuna Susila dan Perda itu merupakan lex specialis dari KUHAP.
Kemudian penangkapan juga dinilai mendasarkan pada Permendagri NO 54/2011 tentang SOP Satpol PP.
Permohon yang diwakili tim kuasa hukum, juga menegaskan bahwa pengiriman ke Panti Wanodyatama bukan ditahan melainkan pengiriman ke Panti Wanodyatama karena dilakukan pembinaan dan rehabilitasi.
Tanggapan para termohon itu dibalas dengan tangapan para pemohon gugatan yang disampaikan melalui tim kuasa hukum mereka dalam sidang hari ketiga, Sekasa (17/4/2018).
Kuasa hukum pemohon gugatan, Tyas Tri Arsoyo dalam tanggapannya menyampaikan tetap memandang tindakan para tergugat menyalahi prosedur.
Menurutnya, penggunaan asas leg specialis pada Perda terhadap KUHAP tidak bisa diberlakukan. Sebab dalam hukum, penerapan leg specialis mensyaratkan adanya kesederajatan peraturan perundangan sementara KUHAP memiliki kedudukan hukum lebih tinggi dari Perda.
“Menurut kami, bahwa prosesnya tidak tepat. Penyerahan dari Satpol PP ke Panti Wanodytama mestinya harus didasarkan putusan pengadilan. Sementara stigma yang dimunculkan, mereka dianggap PSK yang bisa langsung dikirim ke Panti, ” terangnya.
Menurut Tyas, seandainya dianggap PSK, mestinya status itu juga harusnya pengadilan yang berwenang memutuskan apakah mereka PSK atau bukan.
“Sementara sampai hari ini, tidak pernah ada sidang Tipiring. Karenanya kami mewakili para pemohonon gugatan tetap menilai tindakan para termohon sudah melanggar Pasal 107 KUHAP tentang perampasan hak dan kemerdekaan seseorang, ” urai Tyas.
Menurut rencana sidang lanjutan akan digelar hari Rabu (18/4/2018) di PN dengan agenda pembacaan putusan dari majelis hakim. Wardoyo