SRAGEN- Kisruh mutasi perangkat desa di Sragen kembali mencuat dan makin menyeruak. Sejumlah elemen mulai dari perangkat desa peserta mutasi, LSM, hingga DPRD ramai-ramai membongkar borok pelaksanaan dan indikasi permainan yang terjadi, Senin (30/4/2018).
Hal itu terungkap saat digelar audiensi antara LSM Forum Masyarakat Sragen (Formas), perwakilan perangkat desa dengan Pemkab yang diwakili Bagian Pemerintahan Setda dan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) di DPRD Sragen. Audiensi difasilitasi Komisi I DPRD dan beberapa unsur pimpinan DPRD.
Sejak dibuka, audiensi berlangsung memanas. Ketua Fraksi PKB yang selama ini banyak dicurhati Kades dan perangkat, Faturrahman langsung membuka dengan beragam kejanggalan dan laporan yang ia temukan maupun terima dari lapangan.
“Pertama dari segi anggaran saja wis nggak logis. Total Rp 1,544 Miliar padahal yang rekrutmen tenaga RSUD saja sama-sama UNS hanya Rp 200 juta sudah untuk 3.800 peserta. Anggaran Rp 1,544 miliar itu iso diitung untuk apa-apa saja. Tapi Bagian Pemerintahan saya tanya anggaran sebesar itu untuk apa saja, katanya itu sepenuhnya sudah pihak UNS. Tengik nggak. Apike memang digawa nang Kejaksaan wae, ” paparnya berapi-api.
Fatur juga mengungkap kekesalannya atas sikap eksekutif yang sudah berkali-kali mengkhianati DPRD dan tak konsisten dalam proses ini. Ia menyebut saat baru pembahasan Perda, bupati dan eksekutif sudah menyatakan akan berkonsultasi ke DPRD soal Peraturan Bupati (Perbup) Perdes namun tiba-tiba ditinggalkan tanpa ada konsultasi.
Kemudian saat pembahasan Perda, DPRD sudah menyarankan perangkat dengan usia di bawah 42 tahun agar tidak boleh terlibat karena sudah mendapat perpanjangan masa jabatan sampai 60 tahun, kenyataannya juga ditabrak.
Lantas ia juga menerima laporan bahwa saat pengerjaan tes, ada dari panitia LPPM UNS yang memberi bantuan ke peserta. Kemudian banyak perangkat desa yang tak bisa komputer malah diluluskan, yang berkompeten serta diinginkan rakyat justru tersingkir karena dianggap di luar jalur pemegang kepentingan.
“Itu belum money politiknya. Dan itu riil terjadi di lapangan. Kami tahu siapa-siapa yang bermain di lingkaran ini cuma sulit pembuktiannya. Terus terang kami berani karena ini sudah puncaknya. Rakyat benar-benar marah. Duit Rp 1,544 miliar kuwi duite rakyat. Opo yo ngene ki sing dikarepke eksekutif, ” terangnya.
Fatur menguraikan sejak dikhianati dari penyusunan Perbup, pihaknya sudah curiga. Dan kecurigaan itu akhirnya terbukti dengan banyaknya indikasi kejanggalan dan permainan yang akhirnya membuat hasil mutasi yang digelar LPPM UNS berbuah protes dan mengecewakan masyarakat.
“Nek seperti ini terus otake, Sragen iso bubrah. Kasihan desa, gawe APBDes saja akeh sing ndandakne, nek perangkate nggak isa komputer, arep dadi apa Sragen, ” ujarnya kesal.
Mantan anggota Pansus Perda Perdes itu juga menyebut proses oleh LPPM UNS telah melanggar Perbup. Pasalnya dalam Perbup diatur hasil uji kompetensi diumumkan satu hari sesudahnya atau 1 x 24 jam. Tetapi faktanya pengumuman yang harusnya maksimal jam 6.00 WIB molor sampai pukul 22.00 WIB.
“Akhirnya yang terjadi apa, koyok ngene iki. Manipulasi-manipulasi,” tukasnya.
Lembar Fotokopi dan Stempel Janggal
Selesai DPRD, giliran perwakilan perangkat desa yang berbicara. Asmuri, Kasie TU dan Umum Desa Purworejo Kecamatan Gemolong mengaku memberanikan diri beraudiensi dengan pendampingan Formas karena tak kuat menahan beban atas kejanggalan yang ia rasakan melihat proses mutasi.
“Saya hanya ingin kejelasan nilai saya. Karena ada kejanggalan transkrip nilai hanya fotokopi. Di lima desa ini semua hanya fotokopi dan semua nggak lulus. Padahal saat mengerjakan soal, seukuran saya kalau hanya nilai 60 harusnya saya dapat. Tapi ternyata hanya dapat 40. Saya sampai konsultasi ke Atma Bhakti. Saking bingungnya harus ngadu kemana,” ujarnya.
Ketua LSM Formas, Andang Basuki mengiyakan banyak laporan dan bukti kejanggalan yang diterima Formas seperti yang terpapar oleh Faturrahman dan Asmuri. Karenanya lewat audiensi diharapkan bisa menemukan titik terang dan LPPM UNS bisa dihadirkan untuk dimintai pertanggungjawaban atas kejanggalan dan indikasi permainan yang menodai proses mutasi.
“Yang kami lihat dari lembar hasil uji kompetensi LPPM UNS yang beredar di lapangan memang ada 2 versi. Ada yang asli dan fotokopi. Tapi yang inti, di lembar kedua tandatangannya hanya scan-an tapi nggak ada stempel basah. Ini yang dipertanyakan, pertanggungjawabannya gimana, ” timpal anggota Formas, Sumardi.
Sayangnya, pihak LPPM UNS yang diharapkan bisa diadili di forum itu, tak hadir. Selama audiensi, perwakilan eksekutif hanya terdiam.
Ketua Komisi I, Suroto yang memimpin audiensi kemudian memberikan kesempatan kepada perwakilan eksekutif menanggapi.
Kabag Pemerintahan Setda, Suhariyanto mengatakan sedikit pun tak ada niatan untuk berbuat atau berfikir jelek. Ia tetap bersikukuh meyakinkan tak ada permainan atau manipulasi. Menurutnya semua proses yang menangani LPPM UNS sedangkan Pemkab hanya mengurusi administrasi dan pelayanan saja.
“Tapi semua masukan ini akan kami sampaikan ke pimpinan kami, ” terangnya. Wardoyo