WONOGIRI-Olahraga panahan tradisional gaya mataraman sempat booming di Wonogiri beberapa puluh tahun silam. Bahkan sering langganan juara di tingkat provinsi. Namun lambat laun meredup dan kemudian tertidur. Melalui tangan-tangan peduli, olahraga ini kini mulai bangun dari tidur panjangnya.
Kepedulian membangkitkan kembali olahraga panahan muncul dari diri Budi Narwanto, Titis Priyadi, Cucuk, Mbah Dedi, dan dedengkot panahan tradisonal Wonogiri. Mereka kemudian membuat paguyuban panahan. Misalnya Paguyuban Jemparingan Mataraman Wonogiren Sambernyawa, Paguyuban Jemparingan Al Jawi dan lainnya.
Budi Narwanto, pengusaha angkutan bus malam Wonogiri mengaku kangen dengan masa-masa kejayaan dunia panahan tradisional di Kota Sukses.
Dia kemudian terlibat begitu aktif dalam pengembangan olahraga itu. Tidak tanggung-tanggung, dia merelakan sebuah garasi busnya untuk disulap menjadi lahan latihan. Bukan itu saja, dia juga menyediakan busur dan anak panah, untuk latihan para anggota.
“Kamu dan semua rekan di Wonogiri menghidupkan kembali dunia panahan tradisional,” ujar dia, Minggu (15/4/2018).
Dia membeberkan, panahan sempat berjaya di Wonogiri. Deretan nama atlet pernah mengharumkan Kota Mete itu, seperti Koh Sing, dan Sutarjo. Masa keemasan tersebut terjadi pada dasawarsa 60-an hingga 70-an. Sempat menjadi langganan juara di tingkat provinsi.
Sayang, kemudian masa-masa itu lambat laun meredup. Tidak terdengar lagi geliat warga berlatih panahan.
Selain latihan rutin, pihaknya juga berusaha mengadakan latihan bersama maupun kejuaraan.
Salah satu kendala yang kerap dihadapi penghobi panahan adalah sisi biaya. Dimana pengadaan satu set alat panah, terdiri atas satu busur dan selusin anak panah bisa mencapai satu juta lebih.
“Tapi kendala sebisa mungkin kita pecahkan bersama. Alhamdulillah kami mendapat dukungan penuh komunitas lain, termasuk dari Solo maupun Jogjakarta,” terang dia.
Impian bersama komunitas lain, lanjut dia adalah mengupayakan panahan tradisional bisa masuk dalam cabang olahraga di pekan olahraga nasional (PON). Pasalnya sudah beberapa kali perhelatan PON, panahan tradisonal dicoret dari daftar olahraga.
Dia menjelaskan dalam kejuaran panahan tradisional menggunakan sasaran berupa bandul, terbuat dari jerami atau benda lain yang bisa ditembus anak panah. Jarak memanah antara 30-50 meter.
Bagian panah terdiri dua, busur dan anak panah. Busur terbagi lagi menjadi pegangan tangan atau cengkolak, sayap atau lar, tali atau kendeng. Kemudian anak panah terbagi menjadi bedor atau ujung panah, deder atau badan anak panah, wulu atau bulu, dan nyenyep atau tempat kaitan anak panah dengan tali busur.
Salah satu atlet panahan pelajar, Sinta mengatakan, iklim panahan berkembang pesat di Baturetno. Sudah ada beberapa komunitas berdiri. Latihan juga sudah rutin digelar.
“Juga sudah ikut beberapa kejuaraan,” ungkap peraih emas POPDA Jateng tahun lalu itu.
Wakil Bupati Edy Santosa, menandaskan pemerintah selalu mendukung upaya memajukan daerah, termasuk dari sektor olahraga. Menurut Edy Santosa, panahan memiliki peluang bagus dikembangkan di Wonogiri. Apalagi sudah ada potensi insani di Wonogiri. Aris Arianto