SOLO-Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) segera memiliki Guru Besar (Gubes) bidang biofuel. Rencananya, UMS akan melantik Gubes yang ke 22, Prof Kusmiyati, ST MT,PhD, sebagai profesor dalam sidang senat terbuka Universitas Muhammadiyah Surakarta di Auditorium M Djazman, Sabtu (5/5/2018).
Ketua Program Studi Energi Alternatif (PSEA) UMS tersebut akan mempertahankan makalah disertasi berjudul Pengembangan Bahan Bakar Alternatif Biodisel Melalui Inovasi Teknologi Proses Produksi untuk Mendukung Ketahanan Energi Nasional. Dengan pengukuhan guru besar tersebut, maka Prof Kusmiyati, ST, MT, PhD menjadi guru besar pertama di Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik UMS.
Dalam disertasinya, Prof Kusmiyati menyampaikan hasil pengembangan biofuel khususnya bioetanol dan biodiesel sebagai sumber energi alternatif di Indonesia melalui Inovasi Teknologi Proses Produksi yang dilakukan 2010-2013.
“Sejumlah pengembangan yang sudah saya lakukan diantaranya pengembangan bioetanol melalui peningkatan alat produksi, pengembangan bioethanol Fuel Grade 99% dengan teknologi membrane. Selain itu, pengembangan bioetanol Kusmiyati juga dilakukan dengan bahan baku umbi iles-iles, pengembangan produksi Bioetanol Fule Grade via Teknologi Dehydrating Kolom (absorber) dan pengembangan bioethanol generasi kedua dari Biomassa,” urainya pada Wartawan, Minggu (29/04/2018).
Ditambahkan Prof Kusmiyati, alat produksi bioetanol yang dibuatnya yaitu berupa distilasi otomatis yang suhunya dapat diatur secara otomatis sehingga mampu memurnikan bioetanol dengan kadar diatas 90%.
“Alat distiliasi otomatis ini mampu meningkatkan produksi bioetanol dari 200 liter/hari menjadi 400 liter/hari serta bisa meningkatkan kadar bioetanol dari 70% menjadi 90%. Dan dari sisi SDM, alat tersebut dapat meningkatkan ketrampilan tenaga kerja, dan berdampak pada peningkatkan penghasilan pengrajin bioetanol,” imbihnya.
Di sisi lain, pengembangan produksi bioethanol melalui Teknologi Dehydrating Kolom (absorber) yang dilakukan Prof Kusmiyati tersebut merupakan salah satu usaha untuk memperoleh bioethanol dengan kadar 99,5% (fuel grade). Dengan distilasi biasa, kadar maksimal yang diperoleh bisa 95%, agar memperoleh etanol absolut memerlukan proses tambahan berupa dehidrasi etanol memakai absorbent zeolit (molecular sieve). Kandungan air dari etanol bisa diserap molekul zeolit pada permukaan partikelnya (absorbsi).
“Penggunaan zeolit membuat biaya distilasi bisa ditekan karena zat ini saat mudah jenuh air serta dapat diregenerasi dengan cara dipanaskan melalui oven atau dialirkan udara panas kering,” tukasnya. Triawati Prihatsari Purwanto