Penampilan di atas panggung bak boneka berby. Tampil sebagai noni Belanda mendampingi kolonel Van Koel. Cantik dan anggun, tanpa canggung, mampu mengimbangi seniman profesional Ketoprak Seniman Muda Surakarta (KSMS).
Siapa sangka dalam keseharian, Tuti Orbawati yang saat ini berusia 50 tahun dan berprofesi sebagai Kasi Pengembangan Industri Pariwisata Solo sangat mahir bermain ketoprak.
” Saya jatuh cinta kethoprak sejak usia 5 tahun. Orang tua, khususnya Ibu selalu mengajak saya menonton ketoprak serta mengajari tari. Namun saya juga hoby melukis,” ungkap mantan lurah Baluwarti dan Kepatihan Wetan ini.
Karena dorongan darah seni yang telah mendarah daging ini, maka walau sebagai PNS, ia selalu mencuri waktu agar bisa naik panggung. Baginya bisa ikut main ketoprak sangat membahagiakan dan menyenangkan.
” Ketoprak itu mudah dipraktekkan. Dihafal dan dijiwai, karena ketoprak itu gambaran kehidupan sehari-sehari. Berbeda dengan bermain wayang. Harus bisa menari. Walaupun saya juga bisa main wayang orang ” tuturnya.
Lebih lanjut, alumni STSI ini, menjelaskan daya tarik main ketoprak lebih mengandalkan improvisasi.
” Cara mengimbangi pemain lawan. Kita kencan dibalik layar agar materi berkembang dan hidup seperti apa yang harus kita perankan ” ungkapnya sebagaimana rilis yang dikirimkan ke Joglosemarnews.
Sampai hari ini Orbawati telah banyak ikut bermain baik dengan ketoprak amatir dan profesional dengan beragam peran. Pernah main dalam lakon Joko Kendil, sebagai pelakor berperan sebagai Dewi Kumbini. Pernah pula bermain sebagai tokoh pria, sebagai pangeran Sadoro dalam lakon Sri Huning Mustiko Tuban.
Dalam menyalurkan hoby ini ia mendapat dukungan dari keluarga.
” Suami dan anak-anak mendukung kiprah saya dalam ikut melestarikan dan nguri-nguri budaya tradisi ” pungkasnya. # Suhamdani