SOLO-Kasus penggerudukan disertai kekerasan perusakan kantor Redaksi Radar Bogor yang dilakukan massa PDIP Bogor, Rabu (30/5) lalu mendapat perhatian dari elemen masyarakat.
Komunitas Moslem Martial Arts Al-Wustho (MMA) turut mengecam tindakan tersebut. Ulah kekerasan terhadap kantor media itu dianggap sebagai bentuk ketidakprofesionalan elite politik dalam menanggapi pemberitaan media.
Sambil menggelar pembagian takjil buka puasa, MMA juga menyisipkan pesan kecaman itu. Mereka menunggang kuda dari Masjid Al Wustho menuju halaman Monumen Pers Nasional. Anggota MMA itu membagi takjil gratis kepada masyarakat yang melintas.
Ketua MMA, Edy Wuryanto mengatakan seluruh anggota MMA di seluruh Indonesia menolak dengan keras upaya premanisme dan kriminalisasi terhadap pers.
“Kami senantiasa mendukung pers nasional yang edukatif dan produktif. Kami menolak keras premanisme terhadap pers maupun media yang senantiasa memberitakan antara yang haq dan bathil,” tandasnya.
Kriminalisasi terhadap pers, lanjut Edy, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi di Indonesia. Pasalnya hingga saat ini pers telah bertindak sebagai pilar demokrasi ke empat.
Jika memang apa yang disampaikan pers dianggap tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sebaiknya diselesaikan dengan cara yang benar melalui aturan yang ada serta bisa menggunakan institusi Dewan Pers.
“Kami selaku masyarakat mendukung dan memberikan dukungan moral kepada insane pers. Selama pers melakukan pekerjaannya secara professional, semestinya aparat maupun elite politik juga berlaku profesional. Bukan malah melakukan tindakan kriminal,” tegasnya.
MMA berharap dari kasus yang terjadi di Radar Bogor menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat khususnya elite politik agar berlaku sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu acara pembagian takjil berbuka untuk masyarakat umum itu berlangsung beda dari biasanya. Para anggota MMA mengendarai kuda dari Masjid Al Wustho menuju Monumen Pers. Sepanjang perjalanan mereka membagikan takjil. Begitu pula saat tiba di depan Halaman Monumen Pers, mereka tetap membagikan takjil dari atas kuda. Sementara anggota yang lain berdiri di tepi jalanan. (Marwantoro)