SRAGEN- Indikasi praktik suap dan sogokan dalam seleksi perangkat desa di 192 desa di Sragen yang bakal digelar 6 Agustus mendatang, makin meresahkan. Aktivis LSM Forum Masyarakat Sragen (Formas) bahkan menyebut indikasi praktik sogokan dan mahar untuk lolos seleksi Perdes kali ini makin menggila.
Hal itu diungkapkan Anggota Divisi Hukum dan HAM LSM Formas, Sri Wahono, Jumat (3/8/2018). Ia menyampaikan berdasarkan aduan dan laporan yang ia terima, dugaan praktik jualbeli jabatan Perdes saat ini sudah dalam tahap sangat parah. Sebab dari data di lapangan dan hasil penelusurannya, praktik mahar lewat broker dan makelar itu makin gencar mendekati dua hari ujian seleksi Perdes.
“Saya bilang karena memang banyak laporan. Saat ini banyak broker dimana- mana, ada yang jamin lolos dengan imbalan Rp 200 juta untuk jabatan bayan lalu Rp 300 juta untuk Sekdes dan Rp 150 juta untuk Kasie. Bahkan ada desa yang subur, mahar untuk jabatan Sekdes bisa sampai Rp 750.juta,” paparnya Jumat (3/8/2018).
Menurutnya, kondisi itu harus menjadi atensi khusus dari semua pihak. Wahono juga mengingatkan LPPM harus jujur dan obyektif jika tidak ingin bernasib sama dengan LPPM UNS yang sempat memicu protes dan kekecewaan masyarakat terkait kejanggalan dalam menangani seleksi mutasi Perdes April lalu.
Ia juga menyesalkan tidak adanya respon dan penindakan dari aparat berwenang, utamanya Tim Saber Pungli Pemkab yang nyaris tanpa action. Padahal menurutnya kabar adanya lingkaran makelar dan praktik suap ratusan juta itu terbilang cukup vulgar.
“Mestinya segera diindaklanjuti dengan menelusuri atau mengusutnya. Karena enggak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Kami sangat berharap ada operasi tangkap tangan (OTT) biar ada yang jera. Karena praktik suap dan indikasi jual beli jabatan kursi Perdes ini sudah makin menggila. Bahkan ada juga oknum pejabat di desa yang bermain, ” terangnya.
Senada, Ketua Fraksi PKB DPRD Sragen, Faturrohman juga mengendus ada upaya pengondisian desa untuk menggandeng LPPM universitas tertentu agar bisa dikondusifkan. Hal itu diperkuat dengan banyaknya desa yang diarahkan ke LPPM tertentu baik oleh oknum Kades, relawan hingga pimpinan di kecamatan.
“Dari 192 desa yang melaksanakan seleksi, sangat kelihatan sekali arahnya. Yang UGM hanya 26 desa, Undip 16 desa, UMS 14 desa dan 100 desa lebih sisanya ke AUB. Ini sangat-sangat menguatkan bahwa memang ada indikasi pengondisian seperti yang kami dengar. Nuansa pengondisiannya lewat relawan dan pimpinan kecamatan. Pertanyaannya ada apa kok banyak yang milih AUB, ” terangnya.
Menurutnya, indikasi upaya pengondisian itu juga terlihat dari upaya pemegang kekuasaan yang sempat mengundang para LPPM dan meminta agar seleksi bisa digelar di Sragen. Namun dari sekitar enam atau tujuh LPPM, hanya AUB yang diketahui mau menggelar seleksi di Sragen.
“Sedang LPPM universitas lainnya tetap pada pendirian menggelar ujian di LPPM masing-masing. Itu juga patut dicurigai, kenapa yang lain di LPPM masing-masing, ada yang mau ditarik ujian di Sragen,” papar Fatur. Wardoyo