SRAGEN- Pemanggilan empat mantan anggota DPRD Sragen periode 1999-2004, oleh Kejaksaan Negeri Sragen terkait sisa ketekoran Kasda dampak megakorupsi Kasda 2003-2011, seolah membuka borok rezim lama kala itu. Di hadapan tim Kejari, sejumlah anggota DPRD kala itu terang-terangan mengakui tak pernah diberitahu apalagi dimintai persetujuan, terkait penempatan kas daerah Sragen di PD BPR Djoko Tingkir tahun 2003.
Salah satu mantan anggota DPRD periode 1999-2004, Maryono mengatakan saat dirinya menjabat, DPRD tak pernah mengetahui jika Pemkab yang dipimpin Bupati Untung Wiyono, menempatkan Kas Daerah dari APBD untuk dijadikan agunan kredit di BPR milik Pemkab tersebut.
“Sama sekali Dewan (DPRD) saat itu enggak tahu kalau ada penempatan Kasda di BPR Djoko Tingkir. Diberitahu saja tidak,” kata eks legislator yang saat itu duduk di Komisi D (sekarang Komisi IV) seusai diperiksa Kejari.
Karenanya, di hadapan tim Kejari, dirinya memastikan DPRD kala itu tak pernah dan tak tahu menahu soal penempatan Kasda di BPR. Ia juga mengatakan dirinya juga tak tahu menahu soal korupsi Kasda yang kemudian meledak tahun 2011 pascalengsernya Bupati Untung Wiyono.
“Ya kami hanya menjawab sesuai yang kami dengar dan tahu. Bahwa memang enggak tahu-menahu soal penempatan Kasda,” tegasnya lagi.
Senada, eks legislator lainnya, Sri Indiyah mengatakan di hadapan jaksa, ia juga ditanya seputar penempatan Kasda. Karena memang tidak pernah ada pemberitahuan dari eksekutif kala itu, dirinya juga menyampaikan tak tahu soal penempatan dana Kasda di BPR Djoko Tingkir.
Menurutnya, harusnya secara aturan eksekutif memang meminta persetujuan DPRD. Akan tetapi kala itu, DPRD tidak pernah diberitahu maupun dimintai persetujuan oleh eksekutif.
“Itu sudah urusannya eksekutif saat itu. DPRD enggak tahu menahu dan memang tidak diberitahu oleh eksekutif,” tukasnya.
Mantan legislator yang saat itu duduk di Komisi A (Komisi I) menyampaikan oleh jaksa memang ditanya perihal seputar penempatan Kasda yang kemudian jadi bancakan korupsi itu. Namun karena merasa nggak tahu menahu, ia pun juga menjawab apa adanya.
“Sempat ditanya juga anggota dewannya saat itu masih hafal nama- namanya apa enggak, lha sudah 17 tahun lamanya jadi enggak begitu hafal,” tukasnya.
Selain keduanya, juga hadir memenuhi panggilan dua kolega mereka yakni Ndewor Sutardi dan Budi Santoso. Keempatnya memenuhi panggilan kejaksaan negeri (Kejari) Sragen, Senin (10/9/2018). Mereka dimintai keterangan terkait misteri ketekoran kas daerah (Kasda) Sragen sebesar Rp 604.600.000,- sisa dari megakorupsi Kasda tahun 2003-2011 yang merugikan negara Rp 11, 2 miliar.
“Yang jelas ini dalam rangka pengumpulan data dan bukti, untuk mencari kejelasan sisa Rp 604,6 juta itu tanggungjawab siapa. Hanya sebatas pengumpulan data dan bukti saja,” papar Kajari Sragen, Muh Simartono melalui Kasie Pidsus, Adi Nugraha.
Untuk diketahui, megakorupsi Kasda Sragen itu terjadi semasa pemerintahan Bupati Untung Wiyono. Bermula dari penempatan diam-diam Kasda Sragen dalam bentuk deposito ke BPR Djoko Tingkir tahun 2003. Kemudian deposito itu diam- diam dijadikan agunan untuk kredit yang dialirkan untuk kepentingan bupati tanpa bisa dipertanggungjawabkan.
Hingga jatuh tempo, kredit ternyata tak bisa dilunasi sehingga Kasda dari APBD Sragen yang dijadikan agunan terpaksa dicairkan paksa untuk pelunasan.
Dari praktik itu, negara dirugikan sebesar Rp 11,2 miliar. Kasus itu kemudian membui mantan bupati Untung Wiyono, eks Sekda Kushardjono, dan dua eks Kepala BPPKAD serta mantan Dirut BPR Djoko Tingkir.
Dari putusan yang sudah inkrah, kerugian itu sudah terbayarkan Rp 10,61 miliar oleh Untung Wiyono dan beberapa terpidana. Namun masih ada sisa Rp 604,6 juta yang hingga kini belum terselesaikan dan menjadi temuan BPK. Wardoyo